Scroll untuk baca artikel
Opini

Kasus Pagar Laut: Kenapa Angkatan Laut?

×

Kasus Pagar Laut: Kenapa Angkatan Laut?

Sebarkan artikel ini
Berpedoman kepada perintah langsung Presiden RI Prabowo Subianto, TNI AL bersama masyarakat sekitar membongkar pagar laut sepanjang 30 KM yang ditanam di Pesisir Laut Tangerang. Sabtu (18/1). - foto doc ist
Berpedoman kepada perintah langsung Presiden RI Prabowo Subianto, TNI AL bersama masyarakat sekitar membongkar pagar laut sepanjang 30 KM yang ditanam di Pesisir Laut Tangerang. Sabtu (18/1). - foto doc ist

Catatan Harian Abdul Rohman Sukardi

WAWAINEWS.ID – Minggu-minggu ini masih ramai pemberitaan pagar laut. Di Tangerang Banten.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Atas perintah Presiden Prabowo, TNI Angkatan Laut (AL) membongkar pagar Bambu yang panjangnya setengah tol Jagorawi itu. Panjangnya 30,16 Km.

Selasa 21/01/2025 TNI AL membongkar 2 KM. Hari berikutnya TNI AL mengerahkan peralatan-peralatan tempurnya. Lebih panjang lagi pagar yang dibongkar. Hingga habis. Tentu disisakan sebagian untuk barang bukti.

Sebelumnya, menteri KKP Wahyu Sakti Trenggono mengemukakan keberatan (Kompas, 19/1/2025) langkah TNI AL itu. Dalihnya untuk barang bukti. Belakangan setelah saling koordinasi dengan TNI AL, KKP melunak.

LBH Jakarta juga mengajukan keberatan atas langkah TNI AL. LBH mendalilkan potensi obstruction of justice. Perintangan penyidikan.

LBH juga menanyakan kewenangan TNI AL dalam pembongkaran pagar laut itu.

Sikap Menteri KKP dan LBH Jakarta itu melawan arus besar perlawanan rakyat. Sudah satu bulan kasus pagar laut mencuat.

Publik meminta pemerintah melakukan tindakan tegas. Tidak ada yang mengaku siapa pemilik inisiatif pagar itu. Hingga Presiden Prabowo memerintahkan untuk membongkar.

BACA JUGA :  KKP Harus Usut Dugaan Keterlibatan Aparat Desa Pemasangan Pagar Laut di Tangerang

Mengacu Pasal 9 UU No 34/2004 tentang TNI, kewenangan TNI AL ada 2. Pasal 9 huruf (a) menyatakan angkatan laut bertugas: “melaksanakan tugas TNI matra laut di bidang pertahanan”. Pasa 9 huruf (b) menyatakan angkatan laut bertugas:

“menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah laut yurisdiksi nasional sesuai dengan ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang telah diratifikasi”.

Pasal 9 poin (b) UU 34/2004 memberikan kewenangan kepada TNI AL melakukan penegakan hukum di laut. Pagar laut di Tangerang tidak memiliki pijakan legalistik. Mengganggu dan menghalangi mata pencaharian rakyat.

Perut rakyat (nelayan) tidak bisa diabaikan terlalu lama. Keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi. Maka sudah tepat jika pagar itu disingkirkan TNI AL. Apalagi diperkuat oleh perintah presiden.

Narasi “menunggu proses hukum” bisa diduga sebagai dalih penyelamatan kejahatan pagar laut itu. Memanfaatkan celah kelemahan penegakan hukum yang biasa terjadi.

Pertama, proses pengumpulan bukti akan memakan waktu lama. Satu bulan kasus mencuat, tidak ada yang menyatakan bertanggung jawab.

BACA JUGA :  Jumhur Hidayat, Rocky dan Perjuangan Buruh Tanpa Akhir

Muncul klaim juru bicara nelayan sebagai penanggung jawab. Pernyataan itu diragukan. Diduga terdapat pelaku kuat dibalik pagar laut yang secara kasat mata berbiaya besar itu.

Apalagi ada kapling wilayah laut dalam bentuk SHGB dan SHM. Sebuah pelanggaran hukum yang tidak bisa ditoleransi.

Kedua, proses hukum akan efektif menyasar para pion. Aktor intelektual tidak tersentuh. Apalagi jika dibalik kasus ini melibatkan oligarkhi.

Lini aparat dan pembela hukum sudah terkondisikan sebagai alat pertahanan kekayaan. Sebagaimana teoritisasi Jefrey Winter. Terkait perilaku oligarkhi.

Ketiga, buying time. Lamanya proses hukum akan menjadi momentum buang-buang waktu.

Kasus itu lama-lama dilupakan publik. Bahkan menemukan jalan keluar agar proyek pagar laut dan okupasi lahan tetap selamat. Konon nilai lahan itu bisa mencapai 300 T.

Keempat, ketidaktegasan pemerintah membuat pelaku serupa memiliki kepercayaan diri.

Akan menjadi celah untuk menemukan model jalan keluar bagi pelakunya menyelamatkan aset. Apalagi kasus serupa diduga terjadi di banyak wilayah.

Pelibatan TNI AL merupakan langkah efektif. Setidaknya dalam beberapa perspektif.

Pertama, tindakan tegas TNI AL tidak menghalangi proses hukum. Barang bukti masih ada. Berlimpah saksi. Rekaman digital pembongkaran bisa dijadikan salah satu alat bukti adanya kejahatan itu.

BACA JUGA :  Pilpres 2024 Akan Dicurangi Besar-besaran Demi Gibran?

Kedua, investasi hilang. Ketakutan para penjahat ekonomi adalah hilangnya kekayaan.

Ketika proyeknya tidak memiiki harapan untuk berkanjut, akan menjadi pukulan psikologis bagi pelakunya. Apalagi asetnya atas HGU dan SHM kemudian dicabut.

Ketiga, menghilangkan aksi premanistis. Ketika aparat TNI yang bertindak, tidak ada unsur-unsur kekerasan berani menghalangi perlawanan rakyat terhadap pelaku kejahatan.

Keempat, membuat efek jera pelakunya. Sikap tegas pemerintah akan membuat pelaku kasus serupa berhitung. Tidak bisa memainkan kekuatan uangnya menjadikan “alat-alat pertahanan kekayaan” melakukan pelanggaran hukum.

Menurut Jefrey Winter, alat pertahanan kekayaan itu diantaranya lawyer, akuntan publik, aparat, yang bisa dibayar untuk melindungi kejahatan oligarkhi.

Sudah tepat pagar laut di bongkar TNI AL. Proses hukum tetap berjalan. Pelaku kejahatan harus diberi pukulan keras.

Kemudi alokasi energi bangsa harus bisa segera dibuat fokus. Sebesar-besarnya mengejar kemajuan.

ARS (rohmanfth@gmail.com), Jakarta, 23-01-2025