JAKARTA – Mutasi perdana oleh Kapolri Listyo Sigit Prabowo, pada Kamis siang kemarin, mendapat sorotan Ind Police Watch (IPW) dengan mengingatkan bahwa masih ada utang kasus besar yang belum diselesaikan salah satunya terkait penembakan 6 laskar FPI di Tol Cikampek.
IPW juga menegaskan bahwa ada enam hal strategis dalam dinamika Polri ke depan. Pertama, dalam mutasi ini terlihat bahwa Sigit makin mengukuhkan kekuatan Geng Solo di tubuh Polri. Orang orang “dekat” Jokowi makin memperkuat posisinya di tubuh kepolisian.
Setelah menjadi Kapolri, saat ini orang dekat keluarga Jokowi dipercaya memegang posisi Kabareskrim. Yakni Komjen Agus digeser dari kabaharkam ke kabareskrim.
Bukan hanya itu, Irjen Nana yg pernah terdepak sebagai Kapolda Metro Jaya di era kapolri Idham Azis, kini kembali mendapat posisi Kapolda Sulut. Ini agak aneh, sebab posisi Nana turun “drajat”, dari Kapolda metro jaya menjadi Kapolda Sulut.
Kedua, dalam mutasi ini, “orang orang BG” belum terlihat bergerak masuk ke dalam posisi strategis di era Sigit. Ketiga, begitu juga orang orang Idham Azis dan Tito, dalam mutasi Kamis ini masih bertahan di posisi semula. Belum bergeser ke posisi strategis atau terdepak dari posisinya.
“Hal menarik dalam mutasi pertama kapolri Sigit ini, posisi Sestama Lemhanas masih dibiarkan kosong. Sepertinya Sigit masih mencari figur tepat yg akan digeser kesana. Apakah Geng Solo akan masuk kesana kita tunggu,”ujar Neta S Pane Presidium IPW dalam siaran pers yang dibagikan, Jumat (19/2/2021).
Kelima, ketua tim pembuat naskah uji kepatutan kapolri Sigit di komisi III yakni Irjen Wahyu Widada masih belum mendapat tempat. Ia belum bergeser dari posisinya sbg Kapolda Aceh.
“Belum jelas, kenapa Wahyu belum mendapat tempat, sementara cukup banyak figur-figur yang “tak berkeringat” dalam suksesi kapolri Sigit, dalam mutasi ini sudah mendapat tempat strategis,”tandasnya.
Terakhir, mutasi pertama kapolri Sigit tersebut diketahui berhasil mereposisi Kabaintelkam, yang semula dipegang mantan ajudan presiden SBY, Komjen Rycko diserahkan kepada Kapolda Papua Irjen Paulus Waterpau dan baru kali ini putra Papua mendapat bintang tiga di Polri.
Terjadinya kerumunan massa dalam kepulangan Habib Riziq maupun kasus penembakan laskar FPI di Tol Cikampek tak terlepas dari kelemahan deteksi dini dan antisipasi Baintelkam, sehingga reposisi di Baintelkam polri menjadi sebuah kewajaran dilakukan.
IPW menilai, kapolri Sigit sangat sulit untuk melakukan mutasi maksimal di tubuh Polri, terutama dalam mencapai konsep Presisi yg dicanangkannya saat uji kepatutan di DPR.
Sebab gerbong mutasi yg bisa dilakukan Sigit hanya sebatas pada bintang dua ke bawah. Sedangkan mutasi di posisi bintang tiga hanya ada dua tempat yang kosong, yakni Kabareskrim dan Sestama Lemhanas.
Selebihnya, Posisi lainnya masih dijabat oleh jenderal bintang tiga yang masa dinasnya masih lama, yakni dua tahun lagi. Sehingga perputaran mutasi dari bintang dua ke posisi bintang tiga sangat terbatas dan cenderung stagnan hingga dua tahun ke depan.
Kondisi ini tentunya membuat Kapolri Sigit kesulitan dlm menggerakkan gerbong mutasi dengan maksimal dan dampaknya organisasi Polri akan stagnan hingga dua tahun ke depan, apalagi Sigit sendiri baru pensiun di tahun 2027.
“Bagaimana pun ini menjadi dilema dalam dinamika polri ke depan,”jelasnya.
Disisi lain, sebagai Kabareskrim baru tugas Komjen Agus, tak kalah cukup berat karena masalah dlm dinamika masyarakat setahun setelah pandemi Covid cukup berat.
Kebangkrutan sosial, PHK, pengangguran menganga di depan mata yang otomatis akan memicu angka kriminalitas. Ia juga mengatakan bahwa wabah narkoba sudah merebak kemana-mana, termasuk ke internal Polri.
Tak kalah pelik, ungkap Neta, bahwa Polri masih punya utang kasus berat, di antaranya kasus penembakan laskar FPI di tol Cikampek dan pembakaran gereja serta pembunuhan sekeluarga di Sigi Sulteng.
“Kasus kasus ini harus segera diselesaikan agar tidak menjadi api dalam sekam bagi masyarakat,”pungkasnya.