Scroll untuk baca artikel
Wisata

Kawasan Taman Gurindam 12 di Tanjungpinang Bakal Dikelola Swasta, Begini Skemanya!

×

Kawasan Taman Gurindam 12 di Tanjungpinang Bakal Dikelola Swasta, Begini Skemanya!

Sebarkan artikel ini
Marching Band Gita Utama Kartika SMA Negeri 1 Tanjungpinang, tampil memukau pada pembukaan Tanjungpinang Fest 2024, di Taman Gurindam, Tepi Laut, pada Minggu 4 Agustus 2024.
Marching Band Gita Utama Kartika SMA Negeri 1 Tanjungpinang, tampil memukau pada pembukaan Tanjungpinang Fest 2024, di Taman Gurindam, Tepi Laut, pada Minggu 4 Agustus 2024.

TANJUNGPINANG – Kawasan Taman Gurindam 12 yang selama ini jadi tempat warga santai makan jagung bakar, pacaran diam-diam, sampai duduk bengong lihat laut, sebentar lagi bakal punya wajah baru.

Sebagian lahan Tepi Laut, yang selama ini jadi pusat berkumpul warga Kota Gurindam kala senja beranjak ke pelaminan itu, akan dikelola swasta lewat skema lelang manis ala Kerja Sama Pemanfaatan (KSP).

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Dari total 148.600 m², Pemprov Kepri dengan penuh perhitungan menyerahkan 7.450 m² ke pihak ketiga.

“Hanya secuil kok,” kata Kepala Dinas PUPP Kepri, Rodi Yantari, Sabtu (13/9/2025).

Secuil versi pemerintah ini termasuk empat blok kuliner (Dugong, Dingkis, Gong-gong, Napoleon) seluas 2.000 m² dan satu lahan parkir sebesar 5.540 m².

Luas parkir lebih besar dari ruang makan, seolah-olah mobil lebih penting kenyang daripada perut orang.

Rodi buru-buru menolak kata “privatisasi”. Menurutnya, ini cuma kolaborasi. Akses publik? Katanya tetap gratis, bahkan parkir pun akan digratiskan setelah PAD mengalir.

Tentu saja, dengan catatan: “Petugas parkir tetap ada, tapi gajinya dari PAD, bukan dari dompet masyarakat.” Jadi jangan kaget kalau nanti parkir gratis, tapi wajah abang parkir makin sumringah karena digaji dari pajak kita.

Pengelolaan bakal berlangsung 30 tahun. Pihak swasta yang menang tender wajib setor sewa tahunan plus bagi hasil keuntungan bersih. Cuan masuk, wajah kota makin kece, PAD bertambah, semua senang, setidaknya di atas kertas.

Soal praktiknya, rakyat sudah terlalu sering jadi penonton bioskop: bayar tiket, duduk manis, nonton janji manis pemerintah dan investor.

“Semua diawasi OPD teknis agar tidak meninggalkan kearifan lokal budaya Melayu,” janji Rodi. Jadi, sambil makan seafood di blok Gong-gong, mungkin musik latarnya pantun Gurindam versi remix.

Sambil parkir mobil, mungkin papan parkirnya dihias kaligrafi Melayu. Satunya kita tunggu apakah aroma Melayu hanya jadi aksesoris atau benar-benar napas di kawasan itu.

Selain untuk menambah PAD, Pemprov Kepri bermimpi Gurindam 12 jadi magnet wisata internasional. Lampu jalan, trotoar, median jalan sudah diajukan ke pusat. Kalau cair, kawasan ini katanya akan kinclong seperti Marina Bay versi Melayu.

Namun, di balik ambisi itu, rakyat cuma berharap sederhana: jangan sampai Gurindam 12 berubah jadi “Taman Gurin-diam”, di mana warga hanya bisa menonton, tak lagi bebas nongkrong karena semua sudut sudah bertarif.

Jadi, Gurindam 12 mau jadi etalase budaya Melayu atau sekadar etalase bisnis kuliner dan parkir? Waktu (dan 30 tahun kontrak) yang akan menjawab.***

SHARE DISINI!