Scroll untuk baca artikel
Lintas Daerah

KDM Bantah Purbaya: “APBD Jabar Enggak Ditidurin di Deposito, Kami Lagi Kerja, Bukan Nabung!”

×

KDM Bantah Purbaya: “APBD Jabar Enggak Ditidurin di Deposito, Kami Lagi Kerja, Bukan Nabung!”

Sebarkan artikel ini
Dedi Mulyadi Gubernur Jabar

JAKARTA — Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (KDM) menepis tegas tudingan bahwa Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat menyimpan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dalam bentuk deposito.

Tudingan itu sebelumnya disampaikan oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, yang menyebut ada 15 daerah, termasuk Jabar, menaruh uang daerah di bank seperti sedang menunggu bunga tumbuh.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Purbaya bahkan menyebut angka fantastis: Jabar dituduh menyimpan Rp4,17 triliun di bank, bersama DKI Jakarta dengan Rp14,683 triliun, dan Jawa Timur Rp6,8 triliun.

Namun, KDM buru-buru mengklarifikasi bukan hanya lewat pernyataan, tapi lewat data langsung dari sumbernya.

“Saya sudah cek ke Bank BJB, tidak ada yang disimpan dalam bentuk deposito,” ujar KDM di sela Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah 2025, di Kemendagri, Jakarta, Senin (20/10/2025).

“Kalau Ada Pemda yang Deposito, Itu Bukan Kreatif, Itu Ketidaktahuan”

Gaya KDM yang dikenal blak-blakan kembali muncul. Ia menilai, kalau memang benar ada pemerintah daerah yang menaruh uang rakyat di deposito, itu bukan bentuk inovasi, melainkan kebingungan mengelola keuangan.

“Kalau uang publik ditaruh di deposito, itu masalah serius. Artinya pemerintahnya enggak bisa ngatur uang. Dana itu harusnya mutar untuk rakyat, bukan nganggur di bank,” tegasnya.

KDM juga meminta Menkeu menyebut nama daerah secara terang-benderang, bukan menebar isu seperti “kode keras” di media.

“Sebut saja siapa yang simpan. Jangan sampai semua daerah kena getah. Yang kerja baik malah dituduh malas belanja publik,” katanya.

Menurutnya, tudingan seperti itu bisa menimbulkan kesan salah kaprah seolah pemerintah daerah lebih senang “memarkir dana” demi mengejar Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (Silpa) ketimbang mempercepat belanja publik.

“Kesan itu bahaya. Kita kerja siang malam, tapi malah dibilang nimbun uang. Padahal bukan deposito — mungkin cuma saldo lewat tengah bulan,” celetuk KDM.

“Jabar Enggak Nabung, Jabar Ngebut”

KDM menegaskan, alih-alih menyimpan uang di deposito, Pemerintah Provinsi Jawa Barat justru mempercepat realisasi belanja publik di tengah kebijakan efisiensi.

“Kami sedang ngebut belanja publik, bukan nabung. Ini era mempercepat manfaat, bukan memperlambat penyerapan,” katanya.

KDM bahkan menyindir, kalau memang semua uang daerah diendapkan, rakyat tidak akan melihat hasil pembangunan apa pun.

“Kalau betul uangnya di deposito, jalan enggak mungkin mulus, sekolah enggak mungkin berdiri, dan warga enggak mungkin senyum,” ucapnya ringan. “Tapi coba lihat di Jabar, masih banyak yang kerja sebelum matahari naik itu bukti uangnya jalan, bukan tidur.”

Latar Belakang: Angka Rp233 Triliun yang Bikin Geger

Sebelumnya, Menkeu Purbaya mengutip data Bank Indonesia, yang mencatat ada dana Rp233 triliun mengendap di rekening kas daerah seluruh Indonesia.

Rinciannya: Rp134,2 triliun di kabupaten, Rp60,2 triliun di provinsi, dan Rp39,5 triliun di kota.

Namun, KDM menilai, angka makro itu seharusnya dibaca dengan konteks sebab tidak semua dana yang mengendap bisa langsung dibelanjakan. Sebagian merupakan alokasi terikat, proyek bertahap, atau transfer pusat yang belum bisa dicairkan.

“Jangan sampai karena angka besar, semua daerah dianggap sama. Ada yang lambat karena sistem, ada yang cepat karena kerja. Jangan pukul rata kayak adonan bakwan,” sindir KDM.

Penutup: “Uang Daerah Bukan untuk Ditidurkan”

Dengan gaya khasnya yang ceplas-ceplos tapi bernas, KDM menutup pernyataannya:

“Uang daerah itu harus kerja, bukan tidur. Kalau mau nyimpen deposito, itu urusan pribadi, bukan APBD. APBD harusnya beredar di pasar, bukan di bantal bank.”

Pernyataan KDM itu seolah menegaskan bahwa Jawa Barat tidak sedang berhemat, tapi sedang bergerak memastikan uang publik kembali ke publik, bukan sekadar menghiasi laporan keuangan.***