Scroll untuk baca artikel
Lintas Daerah

KDM Tegaskan Gerakan “Rereongan Poe Ibu” Bukan Iuran Wajib, Tapi Ajakan dari Hati

×

KDM Tegaskan Gerakan “Rereongan Poe Ibu” Bukan Iuran Wajib, Tapi Ajakan dari Hati

Sebarkan artikel ini
KDM tinjau lokasi di Bogor Foto Doc-Ist

BEKASI – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menegaskan, Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu (Poe Ibu) bukanlah skema iuran wajib bergaya baru, melainkan gerakan gotong royong yang bertumpu pada nilai-nilai kearifan lokal: silih asah, silih asih, silih asuh.

Atau, dalam bahasa lebih sederhana, “ini bukan pungutan, tapi panggilan nurani,” begitu kira-kira maksud KDM sapaan akrab sang gubernur yang dikenal nyentrik dan sering bicara dari hati (dan dari pinggir jalan).

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

“Tidak ada kebijakan gubernur yang mengumpulkan uang Rp1.000 per orang. Yang ada hanyalah ajakan untuk saling menolong,” tegas KDM melalui akun media sosialnya, @dedimulyadi71.

Menurutnya, ajakan ini lahir dari kenyataan bahwa banyak warga yang punya BPJS, tapi tak punya ongkos untuk berobat.

“Layanan kesehatannya gratis, tapi bensin motor ke rumah sakit enggak gratis,” sindirnya halus.

KDM mengusulkan agar tiap RT punya semacam bendahara mini orang yang dipercaya warga untuk menampung sumbangan sukarela Rp1.000 per hari. Bukan pakai slip setoran, cukup masukkan ke kotak kecil di depan rumah, seperti tradisi beas jimpitan.

“Kalau ada tetangga sakit, bendahara itu tinggal bantu. Tiap bulan laporannya bisa lewat grup WA RT. Enggak usah ribet bikin LPJ ke BPK,” katanya sambil tersenyum.

KDM menegaskan, tidak sepeser pun dana Poe Ibu akan masuk ke kantong gubernur. Uang yang dikelola oleh dirinya hanyalah dana operasional resmi, bukan hasil patungan rakyat.

“Enggak ada istilah uang rakyat dikolektifkan. Dana operasional gubernur itu untuk melayani rakyat, bukan untuk disimpan di bawah bantal,” ujarnya.

Ia juga mencontohkan adanya Balai Pananggeuhan wadah ASN Jawa Barat mengumpulkan sumbangan pribadi untuk membantu masyarakat. “Enggak ada hubungannya sama APBD, enggak juga sama APBN. Ini murni rasa kemanusiaan, bukan anggaran belanja negara,” tegasnya.

Gerakan semacam ini, tambah KDM, sejatinya bukan hal baru. Sejak dulu, orang Sunda sudah punya budaya rereongan, yang artinya “saling bantu tanpa invoice.”

“Ini bukan kewajiban, ini ajakan. Hari ini kita nolong orang lain, besok mungkin kita yang ditolong. Hidup itu roda, bukan tabel Excel,” pungkasnya.***

SHARE DISINI!