Ketika penangkapan, klaim Prabowo, korban tidak melakukan perlawanan bahkan sedang memperbaiki sandal yang rusak bersama anaknya di rumah. Pihaknya menduga adanya penyiksaan dan penggunaan kekuatan berlebihan dilakukan oknum polisi tersebut sehingga diduga melanggar ketentuan dalam Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009.
“Kami (LBH Bandarlampung) mendesak agar Propam Mabes Polri, Polda Lampung dan Komnas HAM mengusut tuntas dugaan extra judicial killing yang menimpa almarhum Romadon. Kami juga meminta, tidak hanya sanksi etik saja, tapi juga disanksi pidana terhadap oknum tersebut,”terangnya.
Tindakan kekerasan tersebut, lanjutnya, dianggap telah melanggar prinsip dasar hak asasi manusia dan kode etik profesi kepolisian, serta mencoreng citra penegakan hukum di Indonesia.
Ditetapkan Tersangka
Sebelumnya, Romadon ditetapkan kepolisian sebagai terduga pelaku pencurian dengan kekerasan atau disebut begal. Pelaku tewas ditembak mati polisi saat akan ditangkap di kediamannya, Lampung Timur pada Kamis (28/3).
Upaya penangkapan terhadap Romadon dilakukan setelah ada laporan dari seorang pelajar SMA yang diduga jadi korban pembegalan saat akan pulang rumah pada September 2023 lalu.
Pelajar SMA itu mengaku dicegat dua pelaku saat melintas di jalan sepi. Pelaku merampas motor dan ponsel, dan mengancam diduga dengan menggunakan senjata api.
Atas peristiwa itu, pelajar SMK itu melaporkan ke Mapolsek Melinting, Lampung Timur. Dari laporan itu, polisi melakukan penyelidikan untuk memburu dua pelaku. .
“Saat kami melakukan penangkapan pelaku yang diketahui berada di dalam rumahnya, petugas masuk dan keluarganya teriak memberitahu kalau ada polisi datang,” kata Kasubdit III Jatanras Ditreskrimum Polda Lampung, Kompol Ali Muhaidori dalam keterangan persnya di Mapolda Lampung, Sabtu (30/3).
Ali mengatakan senjata api rakitan yang digunakan pelaku tidak aktif. Mengetahui hal itu, petugas langsung membalas tembakan dan mengenai perutnya.
“Kami mendengar suara ‘cetek’ dari senjata api tersebut, karena terancam petugas memberikan tindakan tegas dan terukur kepada pelaku Romadon,” ujar Ali kala itu.
Keterangan dari polisi itu berbeda dengan kronologi yang diceritakan keluarga korban.
Sebelumnya istri Romadon, bernama Sakdian, tegas mengatakan bahwa sesaat sebelum terjadi penembakan, Romadon sedang berada di dalam rumah membantunya memperbaiki sandal yang rusak bersama anaknya.
Di dalam rumah itu, selain ada Romadon juga ada istri, anak, serta ayah dan ibu Romadon.
Romadon mendengar ayahnya menjerit memanggilnya. Romadon pun beranjak untuk menemui ayahnya. Belum sempat ditemui, Romadon langsung ditembak petugas kepolisian hingga jatuh dan tak lagi sadarkan diri.
Setelah itu, Romadon diseret secara paksa dan dilemparkan ke dalam mobil petugas kepolisian yang terparkir di depan halaman rumah.
Tak lama dari penangkapan, keluarga korban dikabari pihak kepolisian menyatakan bahwa Romadon telah meninggal dunia, dan pihak kepolisian meminta izin untuk melakukan autopsi namun keluarga korban menolak.
Kemudian adik korban didampingi Kades mendatangi RS Bhayangkara, dan dimintai meneken dokumen yang isinya diakuinya tak tahu.
Keesokan harinya setelah jenazah tiba di rumah duka, keluarganya melihat jenazah Romadon telah dilakukan autopsi dan terdapat luka lebam pada pergelangan tangan, luka bekas jahitan di perut serta bagian leher.***