LAMPUNG – Provinsi Lampung membuktikan bahwa kebijakan yang menjejak tanah tepatnya tanah desa bisa menurunkan kemiskinan tanpa perlu menggelar seminar bertema “Harapan”.
Berdasarkan rilis resmi BPS Provinsi Lampung, Jumat (25/7/2025), angka kemiskinan resmi turun ke angka 10,00% per Maret 2025. Ini berarti ada sekitar 52 ribu orang lebih kini tidak lagi masuk kategori miskin minimal versi definisi yang diakui negara.
Dan yang paling mengejutkan desa-lah yang paling ngebut menurunkan angka kemiskinan. Bukan kota dengan gedung tinggi, AC dingin, dan wacana abadi tentang revolusi industri 5.0.
“Ini bukti bahwa kebijakan Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal mulai menunjukkan hasil. Fokus pada ekonomi desa terbukti lebih dari sekadar gimmick kampanye,” ujar Kadis Kominfotik Lampung, Ganjar Jationo.
Menurut data BPS, kemiskinan desa turun dari 12,04% ke 11,32%, sedangkan kota hanya mampu menurunkan dari 7,91% ke 7,49%. Artinya, desa lebih progresif, padahal tanpa mal, tanpa TikTok shop, bahkan banyak masih blank spot sinyal.
Namun bukan berarti penduduk desa lantas hidup mewah seperti sinetron. Garis kemiskinan di desa per Maret 2025 masih di angka Rp 588.958 per bulan, sebagian besar habis untuk makan. Mungkin kalau bisa bayar listrik pakai daun singkong, nilainya bisa lebih irit lagi.
Diketahui bahwa Gubernur Rahmat Mirzani Djausal sejak awal menyasar penguatan ekonomi desa berbasis pertanian.
Bukan sekadar bagi-bagi bibit, tapi melakukan hilirisasi. Padi, jagung, kopi, dan pisang bukan lagi sekadar bahan “pameran hasil bumi”, tapi diolah agar bernilai tambah.
Dengan menggelontorkan dryer, Rice Milling Unit (RMU), hingga pupuk organik cair (POC) ke sentra produksi, Gubernur ingin petani Lampung naik kasta. Mungkin belum setara CEO startup, tapi setidaknya bisa lepas dari peran “korban tetap” harga pasar.
Tak hanya sawah, sektor sosial pun ikut digarap. Program seperti Koperasi Merah Putih, Makan Bergizi Gratis, hingga Sekolah Rakyat ikut menyentuh akar kemiskinan.
Koperasi didorong agar uang rakyat tetap berputar di desa, bukan mengalir ke kota buat beli gadget diskon.
Sementara, program makan bergizi dan sekolah rakyat menyasar akar masalah: pendidikan dan kesehatan generasi penerus yang kalau dibiarkan, bisa mewarisi kemiskinan secara turun temurun.
Dengan pertumbuhan ekonomi 5,47% (yoy), Lampung jadi provinsi dengan pertumbuhan tertinggi di Sumatera. Melebihi nasional (4,87%) dan regional (4,85%).
Pemprov kini tengah menyiapkan penguatan transportasi hasil pertanian desa agar gabah petani tak menghabiskan biaya lebih mahal di jalan ketimbang saat ditanam.***