Catatan Harian Abdul Rohman Sukardi
WAWAINEWS.ID – Tiga bulan memerintah, belum juga genap 100 hari. Survei litbang Kompas merilis temuannya. Sebanyak 80,9 masyarakat puas dengan kinerja Prabowo-Gibran.
Optimisme terhadap rezim ini juga tinggi. Sebanyak 89,4 masyarakat meyakini situasi akan lebih baik pada masa-masa datang. Di bawah kepemimpinan Prabowo Gibran.
Bagaimana menjelaskan tingkat kepuasan itu. Kenapa sebegitu besar optimisme publik terhadap Presiden Prabowo?.
“Kebijakan populis”, begitu sebagian menjawabnya. Program makan bergizi gratis memang sudah mulai berjalan sebagian.
Diskon tarif Listrik hingga 50% pada pelanggan 2.200 Volt Amphere (VA) ke bawah. Berlaku Januari-Februari 2025. Menyasar 81,4 juta rumah tangga.
Sebagian lain melihat dari sudut berbeda. Kepemimpinan visioner presiden Prabowo, penguatan SDM, inovasi program, komunikasi publik dan kecepatan eksekusi program.
Terlepas dari itu semua, bisa kita sodorkan perspektif berbeda. Sebagai penyebab kenapa tingkat kepuasan masyarakat yang tinggi.
Pertama, kemampuan pemerintah dalam membaca gelombang algoritma keresahan publik. Untuk kemudian menumpangi dan menyajikan beragam solusi.
Kasus Gus Miftah, pemberantasan korupsi, gejolak di kalangan petani, buruh, hingga pagar laut Tangerang.
Pemerintah dengan sigap mengambil tindakan dan menyajikan solusi. Isu yang semula diarahkan menyudutkan pemerintah, berbuah simpati oleh kesigapan, respon dan solusi itu.
Tentu masih banyak yang tidak puas. Sebagaimana Gambaran survei masih ada hampir 20% yang tidak puas dengan kinerja Prabowo-Gibran. Akan tetapi jauh lebih banyak yang merasa kinerja Prabowo-Gibran sudah memadai.
Kedua, inovasi kebijakan melampaui kritisisme oposisi. Bisa saja sebuah rezim memiliki inovasi kebijakan yang sangat bagus. Akan tetapi ketika di bawah kapasitas terpasang kritisisme oposisi, inovasi itu menjadi kurang bermakna. Redup pamornya oleh kritisisme oposisi.
Pada kasus pemerintahan Prabowo Gibran, sodoran gagasan inovatif oposisi masih selalu tertinggal oleh inovasi pemerintah. Pemerintah masih terdepan dalam menyajikan gagasan inovatif.
Sebagai contoh, isu kesehatan dijawab dengan program pemeriksaan gratis untuk semua kelompk umur, penurunan kasus TBC, pembangunan rumah sakit di daerah terpencil dan tertinggal. Isu pertanian, menekankan swasembada pangan, dan menjawab keresahan petani. Seperti mengurai kelancaran distribusi sarana produksi pertanian, perlawanan terhadap mafia impor, penghapusan kredit macet.
Begitu pula pada sektor-sektor lain. Problem-problem prioritas diberikan aksentuasi program. Menyentuh akar persoalan. Bahkan pada aspek-aspek yang tidak terkritisi oleh oposisi. Kaum oposisi tidak bisa menyajikan narasi banding yang lebih baik dari inovasi program dari pemerintah.
Sebagai contoh pula kasus Palestina sebagai langganan isu kelompok “Islam kanan”. Khususnya anggota PKS yang dalam survei litbang Kompas memiliki tingkat ketidakpuasan paling tinggi terhadap rezim Prabowo-Gibran.
Manuver Presiden Prabowo dalam waktu singkat mampu memainkan politik luar negeri yang sangat kontributif. Bahkan memukau publik internasional. Kasus Palestina tidak bisa diolah lagi sebagai opini menyudutkan pemerintah. Sebagai kerapuhan rezim dalam pentas global.
Ketiga, narasi reposisi oposisi. Merosotnya pamor oposisi disebabkan ketulusannya tercederai oleh narasi-narasi reposisi. Koreksinya terhadap keseleo lidah Gus Miftah ternyata dibelokkan oleh narasi pengajuan figur-figur tertentu sebagai pengganti.
Arah oposisi itu bisa dibaca sebagai rendahnya ketulusan korektif atas problem bangsa. Melainkan lebih didominasi agenda reposisi politik untuk dilibatkan dalam kabinet Prabowo Gibran.
Begitu pula dalam kasus-kasus lain. Kritisisme PDIP menghantam presiden Jokowi, diiringi upaya bargaining penyelamatan kader elitnya dari kasus korupsi.
Suara nyaring oposisional PDIP dengan menyudutkan Presiden Jokowi dibaca publik sebagai dilatari motif bargaining. Bukan ketulusan korektif atas penyimpangan kehidupan berbangsa.
Jadi sebenarnya Survei Litbang Kompas itu bisa dimaknai dua hal saja.
Pertama, pengakuan kesungguhan dan ketulusan terhadap rezim Prabowo-Gibran dalam mengurai problem dan memajukan bangsa. Tentu dengan segala kesadaran dan pengakuan atas kekurangsempurnaan.
Tidak harus dimaknai kinerjanya sudah menghasilkan output brilian. Kesungguhan itu sudah berbuah apresiasi.
Kedua, lemahnya ketulusan oposisi dalam menyajikan gerakan korektif terhadap peyimpangan kehiduan berbangsa. Publik membaca ada motif lain dibalik gerakan oposisional itu. Ialah gerakan reposisi politik. Berebut kapling dalam kabinet Prabowo-Gibran.
Hadiahnya adalah apresiasi terhadap Prabowo-Gibran. Tingkat kepuasan dan optimisme publik menyentuh level sangat tinggi. Para hatter-nya tidak cukup energi untuk meyudutkan.
ARS (rohmanfth@gmail.com), Jakarta, 25-01-2025