TANGGAMUS – Warga Pekon Datar Lebuay, Kecamatan Air Naningan, kini sedang “mengernyitkan dahi” bukan karena usia, tapi karena ulah sang kepala pekon mereka, Suhartono. Sosok yang akrab disapa Pak Hartono itu tengah dituding keriput bukan di wajah, tapi di urusan dana desa.
Dugaan keriput ini mencuat setelah muncul kabar bahwa anggaran Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) untuk pembuatan kandang sapi senilai Rp89 juta diduga dikuasai oleh sang kades sendiri. Dana tersebut merupakan bagian dari total Rp289,8 juta anggaran BUMDes yang digelontorkan untuk program penggemukan sapi.
Ironisnya, bukannya sapi yang gemuk duluan, justru aroma dugaan penyimpangan yang lebih dulu mengembang.
Saat dikonfirmasi, Suhartono seperti biasa tampil kalem, dengan jawaban yang lebih banyak beloknya ketimbang jalan di Air Naningan sendiri.
“Semua anggaran dikelola pihak BUMDes. Kalau anggaran pembuatan kandang sapi, itu BUMDes yang tahu. Lahan itu milik masyarakat, disewakan lima belas juta per tahun,” katanya enteng, seolah-olah angka Rp89 juta hanya sebatas harga pakan ternak.
Namun, pernyataan itu justru dimentahkan oleh pengurus BUMDes sendiri.
Ketua Pengurus BUMDes Datar Lebuay, Eka, dengan nada datar tapi tajam, mengungkapkan bahwa pihaknya memang menyerahkan uang senilai Rp89 juta kepada Suhartono.
“Dari total dana Rp289.800.000, anggaran untuk pengadaan sapi dan sumur bor sekitar dua ratus juta. Sisanya, Rp89 juta, kami serahkan ke Pak Lurah untuk kegiatan pembuatan kandang sapi,” beber Eka pada Kamis (30/10/2025).
Dana itu, lanjutnya, dialokasikan untuk pembangunan kandang, pengadaan lampu listrik, pagar, dan sewa lahan selama dua tahun sebesar Rp30 juta. Tapi ternyata, lahan yang disewa itu milik siapa? Jawabnya bikin warga semakin geleng kepala, milik Kepala Pekon sendiri, Suhartono.
Tim media yang turun langsung ke Dusun Balai Rejo, lokasi kandang sapi tak jauh dari rumah Suhartono, mendapati pemandangan yang bikin miris sekaligus geli.
Bangunan kandang seluas 8×10 meter itu tampak asal jadi, bahan material seadanya, coran lantai retak-retak, dan pagar? Belum ada sama sekali.
Sapi-sapi yang baru datang Kamis malam (31/10) tampak lebih cepat menggemukkan diri dibandingkan kualitas bangunan yang sudah ambruk dipijak mereka. Warga pun menyindir, jangan-jangan yang digemukkan bukan sapi, tapi rekening seseorang.
Salah satu warga, AK (42), tak kuasa menahan tawa getir. “Semoga Pak Suhartono dapat sanksi tegas. Duit itu buat penggemukan sapi, tapi malah yang gemuk Hartono,” ujarnya, setengah marah.
Sindiran itu menjadi suara hati banyak warga yang mulai jengah dengan cara pengelolaan dana desa yang dianggap tidak transparan. Bagi mereka, “keriput” kali ini bukan sekadar istilah humor, tapi simbol dari pola lama korupsi gaya baru mulus di luar, menyusut di dalam.
Kasus ini kini menjadi perbincangan hangat di warung kopi hingga balai pekon. Warga berharap agar pihak berwenang tak sekadar menyisir rumput di kandang sapi, tapi benar-benar mengusut siapa yang menikmati rumput anggaran tersebut.
Sebab bagi masyarakat Datar Lebuay, dana desa bukan untuk memperkaya segelintir orang, tapi untuk menggemukkan kesejahteraan rakyat. Kalau sapi saja bisa dikandangkan, jangan sampai hati nurani juga ikut dikurung.***













