TANGGAMUS — Proyekr dengan judul revitalisasi gedung SMA Negeri 1 Semaka, Kabupaten Tanggamus, Lampung, bernilai lebih dari Rp1 miliar, kini memantik pertanyaan serius terkait transparansi dan akuntabilitas. Komite sekolah serta warga sekitar mengaku tidak pernah dilibatkan sejak tahap perencanaan hingga pelaksanaan.
Ketua Komite SMA Negeri 1 Semaka, Semiyono, menjelaskan bahwa dirinya hanya sekali dihubungi pihak sekolah pada awal rencana pembangunan. Setelah itu, komunikasi terputus tanpa alasan yang jelas.
“Kami cuma diberi tahu akan ada pembangunan. Setelah itu, tidak pernah diajak musyawarah, tidak pernah dijelaskan perkembangan. Sampai sekarang pun tidak ada konfirmasi apa pun dari pihak sekolah,” ujarnya.
Ia menyebut pola tersebut sangat berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, di mana sekolah rutin mengundang komite untuk merumuskan kebutuhan pembangunan, termasuk membuka kesempatan bagi warga atau wali murid yang memiliki keahlian sebagai tenaga kerja.
Namun, pada proyek kali ini, seluruh proses berjalan tertutup dan tenaga kerja justru didatangkan dari luar wilayah Semaka bahkan dari luar Kabupaten Tanggamus.
“Warga kita banyak tukang, tapi tidak diberdayakan. Kita benar-benar tidak diajak bicara,” kata Semiyono.
Minimnya komunikasi membuat komite memilih menjaga jarak. Beberapa anggota bahkan mengaku enggan datang ke sekolah karena merasa tidak tahu harus berkoordinasi dengan siapa.
“Mau datang pun kami malu. Tidak ada komunikasi, tidak tahu harus bicara apa,” ungkap salah satu anggota komite.
Dari penelusuran di lapangan, ditemukan sejumlah pekerjaan yang diduga tidak sesuai dengan petunjuk teknis (juknis). Beberapa kusen dan keramik lama terlihat masih dipertahankan, padahal menurut ketentuan seharusnya diganti.
“Sebenarnya kusen-kusen itu seharusnya diganti semua kalau berdasarkan juknis yang kami terima. Keramik lantai juga wajib diganti. Tapi kata kepala sekolahnya tidak usah diganti, maka tidak kami ganti. Itu perintah kepala sekolah,” ujar seorang sumber internal yang mengetahui proses pengerjaan.
Proyek revitalisasi tersebut mencakup pembangunan dan peningkatan fasilitas sekolah seperti perpustakaan, laboratorium komputer, ruang administrasi, UKS, ruang ibadah, ruang OSIS, hingga pembangunan toilet.
Namun tanpa adanya keterlibatan komite sebagai representasi masyarakat, proyek besar ini justru tuai sorotan serius dan memunculkan kecurigaan publik terkait transparansi dan optimalisasi anggaran.
Hingga berita ini tayang, pihak sekolah belum memberikan keterangan resmi mengenai berbagai keluhan dan dugaan ketidakterbukaan tersebut. ***













