Scroll untuk baca artikel
Hukum & Kriminal

Korupsi Pajak Desa di Cirebon: Pendamping Desa Jadi “Bandit Anggaran” Rp2,9 Miliar

×

Korupsi Pajak Desa di Cirebon: Pendamping Desa Jadi “Bandit Anggaran” Rp2,9 Miliar

Sebarkan artikel ini
Kejaksaan Negeri Kabupaten Cirebon menunjukan Empat tersangka kasus korupsi pengelolaan paak desa, Rabu 17 September 2025. - doc ist

CIREBON – Uang pajak desa yang seharusnya masuk ke kas negara malah mampir dulu ke kantong pribadi. Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Cirebon resmi menetapkan empat tenaga pendamping desa sebagai tersangka korupsi pengelolaan pajak desa dengan kerugian negara mencapai Rp2,9 miliar lebih.

Para pendamping yang mestinya jadi “penopang pembangunan desa” justru berubah jadi “bandit anggaran” dengan modus klasik: bayar pajak separuh, sisanya masuk ke kantong pribadi.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Kepala Kejari Kabupaten Cirebon, Yudhi Kurniawan, menjelaskan empat tersangka yakni:

  • SM – Tenaga Pendamping Desa Kecamatan Sedong (2016–Jan 2025)
  • MY – Tenaga Pendamping Lokal Desa Kecamatan Arjawinangun (2019–Nov 2021)
  • DS – Tenaga Pendamping Desa Kecamatan Kedawung (2016–sekarang)
  • SLA – Tenaga Pendamping Desa Kecamatan Karangsembung (2017–Jun 2022)

Dengan dalih “jasa bayar pajak cepat, resmi, dan tanpa ribet,” mereka merayu perangkat desa untuk menyerahkan uang pajak lengkap beserta e-billing, username, dan password DJP Online.

“Pokoknya serahkan semua, biar kami urus. Kalau ada masalah, kami tanggung jawab,” begitu kira-kira jargon mereka. Hanya saja tanggung jawabnya ternyata sebatas menanggung keuntungan pribadi.

Uang yang terkumpul tidak langsung masuk kas negara. Sebagian besar malah “mengendap” di tangan saksi berinisial M, yang diduga jadi perantara. Para tersangka pun mendapat cashback 10 persen tiap kali berhasil menyetorkan pajak desa.

Sayangnya, pajak yang seharusnya penuh malah “masuk angin”: cuma dibayar sepotong-sepotong. Sisanya entah dipakai buat beli kopi sachet atau nyicil mobil, yang jelas bukan buat negara.

Modus culas ini berjalan 3 tahun mulus sebelum akhirnya jebol lewat audit resmi.

Setelah cukup bukti, keempatnya langsung ditahan di Rutan Kelas I Cirebon mulai 17 September sampai 6 Oktober 2025.

Atas aksinya, mereka dijerat Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18, Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor, serta Pasal 55 KUHP. Hukuman maksimalnya bikin merinding: 20 tahun penjara.

Ironis, tenaga pendamping desa yang harusnya jadi “sahabat desa” malah berubah jadi “penyamun berseragam legal.” Bukannya membantu perangkat desa memahami aturan pajak, mereka justru ngajari cara paling cepat “membelokkan” uang negara.

Di satu sisi, desa berharap jalanan diaspal, posyandu berdiri, dan sekolah direnovasi. Di sisi lain, uang pajak malah jadi jalan tol menuju rekening pribadi.

Kalau pendamping desa saja tega maling pajak, siapa yang masih bisa dipercaya menjaga duit rakyat? Mungkin ke depan desa bukan lagi butuh pendamping, tapi satpam khusus APBDes.***

SHARE DISINI!