KOTA BEKASI – Persoalan keterbatasan lahan pemakaman di wilayah Kota Bekasi kembali mencuat dan menjadi sorotan serius masyarakat. Kondisi ini muncul menyusul laporan dari sejumlah warga dan tokoh masyarakat yang menyampaikan keluhan saat pelaksanaan masa reses ke-III Tahun 2025 anggota DPRD Kota Bekasi.
Setelah persoalan serupa disuarakan masyarakat Bekasi Barat, kini Kecamatan Bekasi Utara menghadapi situasi yang sama. Tempat Pemakaman Umum (TPU) Perwira, yang selama ini menjadi lokasi pemakaman utama di wilayah tersebut, telah mencapai kapasitas penuh dan tidak lagi mampu menampung pemakaman baru.
Anggota DPRD Kota Bekasi, Arif Rahman Hakim (ARH), yang turun langsung menampung aspirasi masyarakat Bekasi Utara, pada masa reses ke-III menyebut kondisi tersebut sudah masuk kategori darurat.
“Di TPU Perwira sudah tidak ada ruang lagi untuk pemakaman baru. Masyarakat benar-benar kesulitan saat ada warga yang meninggal dunia. Jadi ini sudah sangat mendesak,” ujar Arif, Rabu (12/11/2025).
Menurutnya, masyarakat di wilayah Kelurahan Pejuang dan Perwira kini terpaksa mencari lokasi pemakaman di luar wilayah kecamatan, yang jaraknya cukup jauh dan membutuhkan biaya tambahan.
Meski Pemerintah Kota Bekasi telah mengalokasikan anggaran untuk pengadaan lahan TPU baru, realisasinya belum juga terlaksana.
Arif menjelaskan, kendala utama berada pada aspek administrasi dan legalitas kepemilikan lahan yang direncanakan untuk dibebaskan.
“Warga di Pejuang dan Perwira sudah datang langsung ke DPRD sejak dua tahun lalu. Aspirasi mereka sudah kami kawal. Pemkot Bekasi sudah menyiapkan anggaran dan menunjuk lokasi baru, namun hingga kini masih terkendala proses administrasi,” jelasnya.
Berdasarkan data yang dihimpun, Pemkot Bekasi telah menyiapkan anggaran pembebasan lahan sekitar Rp8 hingga Rp9 miliar untuk pembangunan TPU baru di wilayah Bekasi Utara. Lokasi yang ditetapkan berada di sekitar area PLN, dengan luas lahan sekitar dua hektare.
Arif menekankan pentingnya koordinasi lintas perangkat daerah agar persoalan ini dapat segera diselesaikan.
Ia menyebutkan, masalah pemakaman bukan sekadar urusan fasilitas publik, tetapi juga menyangkut hak dasar warga negara yang harus dijamin oleh pemerintah daerah.
“Pemerintah harus hadir. Ini bukan sekadar soal teknis pembangunan, tapi kebutuhan dasar masyarakat. Tidak seharusnya warga kesulitan mencari tempat untuk memakamkan keluarganya,” tegasnya.
Ia mendorong agar Badan Pertanahan Nasional (BPN), Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (Disperkimtan), serta Bagian Aset Daerah segera menyelaraskan langkah untuk mempercepat proses pembebasan lahan.
Krisis lahan pemakaman tidak hanya terjadi di Bekasi Utara. Di wilayah lain seperti Bekasi Barat dan Bekasi Selatan, kapasitas TPU juga mulai kritis.
Minimnya ketersediaan lahan baru serta pesatnya pembangunan kawasan permukiman membuat kebutuhan ruang untuk fasilitas sosial seperti pemakaman semakin terdesak.
Menurut catatan legislatif, idealnya setiap kecamatan memiliki lahan TPU baru minimal 2–3 hektare sebagai cadangan pemakaman dalam 10 tahun ke depan. Namun, saat ini sebagian besar wilayah hanya mengandalkan TPU lama yang sudah penuh.
Dewan meminta Pemerintah Kota Bekasi tidak menunda penyelesaian masalah ini. Jika pembebasan lahan kembali tertunda, krisis lahan makam diperkirakan akan meluas dan mempersulit masyarakat di beberapa kecamatan lain.
“Masalah ini sudah sangat mendesak dan harus segera ditangani. Jangan sampai warga kehilangan hak untuk dimakamkan dengan layak hanya karena urusan administrasi yang berlarut,” tutup Arif.
Persoalan ketersediaan lahan pemakaman mencerminkan tantangan tata ruang perkotaan di wilayah padat penduduk seperti Kota Bekasi.
Pemerintah daerah perlu menyeimbangkan antara kebutuhan pembangunan fisik dan ruang kemanusiaan.
Pembangunan yang berkeadilan tidak hanya mengatur tempat bagi yang hidup, tetapi juga menghormati mereka yang telah berpulang.***













