Scroll untuk baca artikel
Opini

KUD, Pangan dan Bencana De-Soehartoisasi

×

KUD, Pangan dan Bencana De-Soehartoisasi

Sebarkan artikel ini
Abdul Rohman Sukardi
Abdul Rohman Sukardi

Oleh: Abdul Rohman Sukardi

WAWAINEWS.IDDe-Soehartoisasi merupakan cara pandang pada masa reformasi bahwa: “segala terkait Presiden Soeharto merupakan problem bangsa dan harus dihilangkan”.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

“Dekonstruksi semua hal terkait Presiden Soeharto merupakan jalan keluar keterpurukan bangsa”. “Rute paling pendek penyelesaian problem bangsa adalah mengubur dalam-dalam segala hal terkait Presiden Soeharto”. Dan masih banyak lagi.

Narasi itu tidak tepat amat dalam menggambarkan makna de-Soehartoisasi. Akan tetapi setidaknya memiliki kemiripan makna dengan narasi-narasi di atas.

Narasi itu diperparah fakta tidak adanya pembelaan memadai secara institusional. Misalnya oleh partai atau ormas pembela Presiden Soeharto. Atau oleh akademisi. Pembelaan paling kuat jutsru datang dari rakyat. Memorinya merekam kebijakan-kebijaka positif era Presiden Soeharto.

Contoh de-Soehartoisasi itu adalah diabaikannya KUD (Koperasi Unit Desa) pasca reformasi. Pada saat Presiden Soeharto masih menjabat pun, KUD sering dihujani kritik dari berbagai kalangan.

Menguntungkan pengurus, “ku perasi”” (sebagai sindiran KUD dijadikan sebagai sapi perah), tidak menguntungkan anggota. Bukan gerakan masyarakat. Karena ditumbuhkan secara top down. Bukan Buttom up. Dan seterusnya. Isu-isu yang dihantamkan kepada KUD.

Isu itu sebenarnya merupakan cerminan pertarungan antara liberalisme-kapitalisme menggilas kekuatan ekonomi rakyat. Koperasi merupakan wadah kekuatan ekonomi rakyat.

Presiden Soeharto menumbuhkan KUD bukan saja karena amanat konstitusi. Pasal 33 UUD 1945.

Bahwa usaha bersama bersifat kekeluargaan yang cocok bagi rakyat Indonesia adalah koperasi. Selain tetap memberi ruang privat sektor (swasta) dan BUMN.

Presiden Soeharto memandang kekuatan ekonomi rakyat pedesaan yang berserak harus dihimpun dalam suatu wadah yang kuat. Desa-desa dengan karakter potensi ekonomi yang sama dihimpun dalam satu wadah KUD.

KUD nantinya dihimpun dalam koperasi sekunder. Sehingga menjilma kekuatan ekonomi yang kuat. Bersaing dengan swasta besar dan BUMN.

KUD ditumbuhkan sejak tahun 1970-an. Beriringan dengan optimalisasi usaha pertanian secara besar-besaran melalui intensifikasi dan ekstensifikasi.

KUD merupakan penyedia saprotan (sarana produksi pertanian). Juga alsintan (alat dan mesin pertanian) yang diperlukan petani.

KUD memutus matai rantai distribusi antara produsen saprotan/alsintan dan petani.

KUD juga menjadi tujuan petani menjual hasil usahanya. KUD melakukan pengolahan pasca panen untuk memudian memasarkannya. Penggilingan-penggilingan padi dimiliki KUD. Keuntungannya kembali ke petani sebagai anggota koperasi.

Kebijakan presiden Soeharto ini dikritik sebagai kebijakan “ekonomi beras”. Akan tetapi usaha ini mampu membawa Indonesia swasembada beras pada tahun 1984.

Indonesia memperoleh penghargaan FAO atas prestasinya. Keluar dari negara pengimpor beras terbesar menjadi swasembada.

Amanat pasal 33 UUD 1945 hendak diwujudkan oleh orde baru dengan menjadikan koperasi dan UKM sebagai ujung tombak penyediaan kebutuhan. Khususnya kebutuhan pokok. Sekaligus tujuan penjualan hasil produksi masyarakat desa.