JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa tampaknya mulai kehilangan kesabaran. Hal itu gaya hidup “beraroma kopi mahal” para pegawainya di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Lewat gebrakan terbarunya, Purbaya meluncurkan hotline “Lapor Pak Purbaya” (0822-4040-6600) jalur cepat bagi masyarakat untuk mengadu langsung, tanpa harus antre di birokrasi yang sering lebih panjang dari antrean promo buy one get one.
Dan ternyata, laporan yang masuk bikin kening berkerut dugaan jual-beli pita cukai ilegal, pemerasan pajak, hingga oknum Bea Cukai nongkrong di Starbucks dengan seragam dinas. Lengkap dengan laptop, kopi latte, dan mungkin sedikit aroma “izin usaha”.
“Setiap hari saya lihat petugas Bea Cukai nongkrong di Starbucks lengkap dengan laptop dan seragam. Mereka meeting dengan sesama aparat dan membicarakan soal aset dan mobil kiriman,” baca Purbaya salah satu laporan dari masyarakat, Jumat (17/10/2025).
Menkeu yang dikenal tegas itu langsung menegaskan, hari Senin depan, kalau ada pegawai Bea Cukai ketahuan nongkrong lagi di kafe dengan seragam, siap-siap dipecat.
“Walaupun katanya pecat PNS itu susah, saya akan cari cara. Kalau perlu, saya persulit hidupnya. Masa nongkrong di Starbucks pakai seragam, nggak kira-kira lu!” tegas Purbaya sambil menahan geram.
Dari Cukai ke Cappuccino
Menurut Purbaya, laporan-laporan yang masuk lewat hotline menunjukkan bahwa “budaya ngopi lebih kuat dari budaya disiplin.” Ia mengaku awalnya mengira peringatan keras sebelumnya sudah cukup membuat jajarannya sadar diri. Tapi rupanya, kesadaran itu hanya sebatas di permukaan busa kopi.
“Selama ini mungkin mereka pikir menteri jauh banget ke bawah. Makanya saya bikin sistem pengaduan ini, biar masyarakat bisa langsung kasih tahu saya. Ini kayak crowd reporting, bukan sekadar crowdfunding,” ujarnya.
Dalam konteks lain, Purbaya juga menyoroti dugaan penjualan pita cukai secara besar-besaran untuk merek rokok lain.
Menurutnya, jika praktik itu bisa ditindak, pemasukan negara akan meningkat signifikan dan bisa jadi cukup untuk membiayai secangkir espresso pejabat tiap hari, secara legal.
Birokrasi yang Tahan Gemas
Lebih jauh, Menkeu menyinggung “daya tahan luar biasa” para birokrat bawahannya terhadap teguran pimpinan.
“Mereka pikir menteri cuma lima tahun, nanti juga ganti lagi. Jadi ya cuek. Nah sekarang saya bilang, boleh empat tahun lagi saya ganti, tapi kalian saya ganti duluan,” sindirnya, disambut tawa miris di ruang rapat.
Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan, Heru Pambudi yang juga mantan Dirjen Bea Cukai diminta langsung menindaklanjuti laporan tersebut.
Heru berjanji untuk mengawasi lebih ketat bawahannya, agar tak ada lagi pegawai yang menjadikan Starbucks sebagai “kantor satelit Kemenkeu”.
Kemenkeu Butuh Reformasi
Kasus nongkrong berseragam ini memang tampak sepele, tapi bagi Purbaya, itu simbol dari penyakit lama: birokrasi yang nyaman dengan gaya hidup, tapi malas dengan tanggung jawab.
Hotline “Lapor Pak Purbaya” kini jadi alat baru melawan kultur lama itu bukan hanya untuk menampung aduan rakyat, tapi juga untuk mengingatkan pejabat pajak dan bea cukai bahwa rakyat kini punya cara murah dan cepat untuk “menyetrika kesombongan”.
Atau seperti kata seorang pengamat fiskal, “Kalau dulu laporan pakai surat resmi, sekarang cukup pakai WA. Bedanya, yang bikin panas bukan hanya kopi, tapi juga pesan singkat dari rakyat.”***