Scroll untuk baca artikel
Lingkungan HidupZona Bekasi

Limbah Pabrik Plastik Diduga Cemari Aliran Air Sumur Batu, Janji Penegakan Hukum yang Sebatas Angin

×

Limbah Pabrik Plastik Diduga Cemari Aliran Air Sumur Batu, Janji Penegakan Hukum yang Sebatas Angin

Sebarkan artikel ini

KOTA BEKASI – Warga RW 02 Kelurahan Sumur Batu, Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi, kembali dihadapkan pada “keajaiban alam buatan manusia”, air sungai yang berubah warna menjadi hitam legam setiap kali pabrik plastik di hulu beroperasi.

Aroma yang menyengat dan warna pekatnya seolah menjadi pengingat bahwa di tengah zaman modern ini, limbah masih jadi “hiasan” wajib di lingkungan warga.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Ketua RW 02, Icang, yang setiap hari menyaksikan air berubah seperti kopi tanpa gula itu, mengaku sudah kehabisan kata-kata. “Airnya hitam, bau, dan kalau diaduk busanya banyak. Kalau ini bukan limbah, mungkin ini sabun kebersihan versi industri,” ujarnya setengah berseloroh tapi dengan nada getir Sabtu 4 Oktober 2025.

Menurut warga, kondisi ini bukan baru kemarin sore. Namun dalam beberapa bulan terakhir, intensitas warna dan bau dari aliran air makin “meningkatkan level kekentalan.” Ironisnya, aliran itu masih kerap dimanfaatkan warga untuk kebutuhan sehari-hari bukan karena tidak tahu risikonya, tapi karena sumber air bersih masih terbatas.

“Kami ini bukan tidak sayang kesehatan, tapi kalau air bersih susah, mau gimana lagi?” kata seorang warga lain dengan nada pasrah.

Di hulu, berdiri kokoh pabrik penggilingan limbah plastik sumber rezeki bagi sebagian, sumber penyakit bagi yang lain. Setiap kali mesin mereka menyala, warna air berubah. Tidak perlu alat ukur kadar polutan, cukup dengan mata dan hidung sudah bisa “lulus uji laboratorium rakyat”.

Selain mengubah warna air, bau tak sedap yang menyertai aliran itu membuat warga seolah tinggal di “spa aromaterapi” versi neraka. “Kadang kalau angin kencang, baunya bisa sampai dapur. Rasanya seperti hidup di tengah pabrik, padahal ini perkampungan,” keluh Icang.

Masalah pencemaran ini menambah daftar panjang kisah muram ekologi di kawasan Bantargebang daerah yang sudah lama menanggung beban jadi “perut besar” penampung sampah se-Jabodetabek. Kini, setelah udara dan tanah dijejali limbah, giliran air ikut “bertransformasi”.

Yang membuat warga heran, hingga kini belum terdengar kabar tindakan tegas dari dinas lingkungan terkait. Seolah, aliran air hitam itu hanyalah “fenomena seni kontemporer” yang layak dipamerkan, bukan diselesaikan.

“Kami harap pemerintah bisa turun tangan, jangan cuma turun ke lokasi waktu ada liputan,” sindir Icang.

Air hitam di Sumur Batu kini jadi simbol paling jujur dari peradaban plastik: segala yang kita buang, suatu hari akan kembali, dalam bentuk yang lebih busuk. Warga tak minta banyak hanya ingin air yang bisa disebut air, bukan racikan industri.

Dan mungkin, kalau pemerintah masih menutup mata, warna hitam di sungai itu akan perlahan menular ke hati para pejabatnya.***

SHARE DISINI!