Ketika Garda Terdepan Keamanan Warga Masih Berteduh di Hujan Anggaran
KOTA BEKASI – Wakil Ketua II DPRD Kota Bekasi, Faisal, mengaku terkejut setelah mendengar curahan hati para petugas Linmas yang ternyata masih banyak tak memiliki pos jaga.
Beberapa bahkan mengaku bertugas di bawah pohon sebuah potret ironis dari wajah keamanan lingkungan di kota metropolitan yang gedung kelurahannya saja lebih megah dari kantor dinas di film propaganda.
Faisal mengungkapkan hal itu usai kegiatan reses ke-III di Pendopo Kelurahan Jatiwaringin, Pondokgede, pada Senin (10/11/2025).
“Linmas yang hadir mengaku mereka banyak yang belum punya pos jaga. Bahkan ada yang bilang jaga ngumpet di bawah pohon,” kata Faisal, anggota Fraksi Golkar, sembari menggeleng tak percaya.
Faisal yang dikenal vokal soal pelayanan publik itu heran: di tengah kemegahan gedung-gedung kelurahan dan UPTD, petugas Linmas masih dibiarkan bertugas tanpa tempat berteduh layak.
“Ini loh, ternyata gedung gede, kantor kelurahan, kantor UPTD saja. Tapi Linmas masih nggak diperhatikan?”ujarnya mencoba menggambarkan kondisi di lapangan.
Ia mengaku beberapa pos Linmas yang ada justru dibangun secara swadaya bersama masyarakat. Bahkan, kata Faisal, pos tersebut sudah mulai bocor, baik atapnya maupun logikanya.
“Harusnya kan itu jadi beban APBD, bukan beban rakyat,” tambahnya.
Menurut Faisal, Linmas adalah ujung tombak keamanan lingkungan yang langsung bersentuhan dengan warga. Namun kenyataannya, mereka sering tak difasilitasi dengan layak. Faisal menilai, jika garda terdepan saja tak punya pos, maka keamanan hanya tinggal slogan.
“Mereka ini kan yang pertama datang kalau ada keributan, kebakaran, atau bencana. Tapi kalau mau berlindung aja nggak ada tempatnya, ya gimana mau jaga warga?” ujarnya dengan nada getir.
Faisal juga menyoroti pentingnya alat komunikasi Handy Talky (HT) agar Linmas bisa bersinergi dengan satuan keamanan lainnya, termasuk satpam komplek warga. Menurutnya, sinergi butuh komunikasi dan komunikasi butuh alat, bukan cuma semangat.
“Fungsinya Linmas itu harus bersinergi. Makanya HT penting banget. Kalau ada kejadian, mereka bisa cepat koordinasi,” ujarnya.
Sayangnya, banyak Linmas masih mengandalkan “HT” versi manual: “Hubungi Tetangga”.
Faisal berjanji akan segera membicarakan persoalan ini dengan Kepala Dinas terkait, meninjau Rencana Kerja (Renja), dan memastikan kebutuhan dasar Linmas masuk dalam anggaran tahun berikutnya.
“Saya mau bedah Renja-nya. Kita harus tahu di mana yang kurang, dan kita dorong supaya Linmas nggak terus-menerus jaga di bawah pohon,” katanya.
Kisah Linmas Bekasi ini seperti cermin kecil dari wajah birokrasi yang tak sinkron antara anggaran dan kebutuhan lapangan. Gedung boleh tinggi, papan nama boleh panjang, tapi pos jaga Linmas tetap nihil.
Mereka yang seharusnya menjaga keamanan justru harus menjaga keseimbangan antara dedikasi dan hujan deras.
Di kota yang bangga dengan gedung megah dan jargon “Smart City,” Linmas masih berteduh di bawah pohon. Mungkin, yang paling “smart” di sini bukan teknologinya, tapi cara rakyat bertahan hidup dengan logika yang sudah lama bocor dari sistem.***













