Scroll untuk baca artikel
Head LinePendidikanTANGGAMUS

Mapas! Revitalisasi Rp1,1 Miliar di SMAN 1 Semaka, Bakal Ada Toilet Sultan Dua Unit Setara Harga Rumah

×

Mapas! Revitalisasi Rp1,1 Miliar di SMAN 1 Semaka, Bakal Ada Toilet Sultan Dua Unit Setara Harga Rumah

Sebarkan artikel ini
Sebuah papan proyek di halaman SMAN 1 Semaka berdiri tegak di bawah terik matahari. Isinya sederhana, tapi angkanya tidak. Total anggaran revitalisasi sekolah Rp1.176.261.000.

TANGGAMUS Sebuah papan proyek di halaman SMAN 1 Semaka berdiri tegak di bawah terik matahari. Isinya sederhana, tapi angkanya tidak. Total anggaran revitalisasi sekolah Rp1.176.261.000. Namun yang paling mencolok bukan rehabilitasi komputer, bukan ruang ibadah, bukan ruang UKS melainkan pembangunan toilet dua unit yang menelan biaya Rp177.329.394,53.

Ya, dua toilet. Anggarannya cukup untuk membeli satu rumah sederhana lengkap dengan dapur dan carport di beberapa wilayah Lampung. Hal itu pun membuat penasaran publik seperti apa nanti toilet tersebut hingga ada yang membayangkan SMAN 1 Semaka, bakal memiliki ‘Toilet Sultan’

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Proyek ini bersumber dari APBN Tahun Anggaran 2025, dikelola dengan skema swakelola oleh Panitia Pembangunan Satuan Pendidikan (P2SP) di Kecamatan Semaka yang berbatasan langsung dengan Bukit Barisan.

Secara teori, swakelola menekankan partisipasi masyarakat dan prioritas tenaga kerja lokal. Secara praktik? Warga sekitar mengaku bahkan tidak dilibatkan, apalagi diberdayakan.

“Swakelola ini swakelola siapa? Kami cuma lihat orang luar yang kerja,” ujar seorang warga dengan nada getir.

BACA JUGA :  Luar Biasa! Padi di Sawah Milik Warga Pekon Menggala Tanggamus, Dipanen Maling

Juknis Tegas: Libatkan Masyarakat. Lapangan Tegas: Abaikan Masyarakat

Petunjuk Teknis Dirjen Pendidikan Menengah Nomor M2400/C/HK.03.01/2025 sudah gamblang:

  • Swakelola wajib melibatkan unsur masyarakat lokal,
  • Transparansi adalah prinsip kunci,
  • Pelaksana harus mengedepankan akuntabilitas dan kepentingan terbaik bagi satuan pendidikan.

Namun laporan lapangan menunjukkan sebaliknya tenaga kerja lokal nyaris nihil, bahkan beberapa warga mengaku baru mengetahui proyek ini setelah papan informasi dipasang. Itu pun setelah pondasi berdiri.

Jika swakelola semestinya ibarat “gotong royong modern”, maka proyek ini terasa lebih mirip “borongan gaya lama dengan baju swakelola”.

Rangkap Jabatan, Dari Guru Kelas Hingga Bendahara Proyek

Sumber internal menyebut adanya dugaan rangkap jabatan seorang guru bersertifikasi yang juga merangkap sebagai:

  • Waka Sarpras,
  • Bendahara BOS,
  • Bendahara Proyek Revitalisasi.

Dalam dunia manajemen risiko, ini disebut “single point of failure”. Dalam dunia humor birokrasi, ini disebut “superhero tanpa jubah”. Namun dalam dunia pengawasan keuangan negara, ini disebut potensi konflik kepentingan.

Kepala Sekolah Bukannya Klarifikasi, Justru Cari “Berita Tandingan”

Saat isu ini mencuat di publik, bukannya memberikan klarifikasi terbuka, pihak sekolah justru dikabarkan sibuk mencari “counter-narrative”. Sebuah respons yang justru memperkuat kecurigaan publik. Transparansi seolah menjadi hal paling mahal kedua setelah proyek dua unit toilet itu.

BACA JUGA :  AWE-Ishak Resmi Daftar di KPU, Pilkada Lingga Tak Jadi Lawan Kotak Kosong

Membedah Angka di Papan Proyek

Plang resmi proyek memperlihatkan rincian anggaran:

  • Rehabilitasi ruang perpustakaan — Rp97.855.828,33
  • Rehabilitasi ruang komputer — Rp133.010.616,29
  • Rehabilitasi ruang administrasi — Rp520.250.594,75 (setengah miliar!)
  • Rehabilitasi ruang UKS — Rp67.537.183,39
  • Rehabilitasi ruang ibadah — Rp85.368.623,05
  • Rehabilitasi ruang OSIS — Rp94.908.759,66
  • Pembangunan toilet 2 unit — Rp177.329.394,53

Untuk konteks, toilet standar proyek DAK di berbagai daerah biasanya berkisar antara Rp40-90 juta per unit lengkap, bukan Rp88 juta per lubang jongkok.

Swakelola Tanpa Warga, Transparansi Tanpa Informasi

Dokumen Juknis Swakelola DAK Fisik bidang pendidikan mengatur bahwa tim pelaksana harus melibatkan:

  • unsur sekolah,
  • komite sekolah,
  • masyarakat sekitar,
  • tenaga ahli lokal.

Namun dugaan yang muncul justru proyek ini tidak melibatkan unsur masyarakat secara memadai. Bahkan pemilihan pekerja dan pengelolaan anggaran dilakukan dalam lingkaran yang sangat kecil, lebih kecil dari ruang UKS yang sedang direhab.

BACA JUGA :  Pekon Tanjung Jati, Selesai Bagikan BLT-DD Tahap Pertama

Pertanyaan Kunci yang Perlu Dijawab Pihak Sekolah dan Dinas:

  1. Mengapa tenaga lokal tidak diprioritaskan, padahal juknis mewajibkan?
  2. Apa dasar penetapan harga toilet dua unit hingga Rp177 juta?
  3. Mengapa seorang guru bisa merangkap tiga jabatan strategis sekaligus?
  4. Mengapa kepala sekolah tidak memberikan klarifikasi resmi?
  5. Apakah pelaporan ke Ditjen dan dinas sesuai ketentuan swakelola?

Akhir Kata

Proyek revitalisasi semestinya menjadi ruang memperkuat sekolah, memperbaiki fasilitas, dan memberdayakan masyarakat sekitar. Namun kenyataan di SMAN 1 Semaka memunculkan lebih banyak tanya dibanding jawab.

Di antara rehabilitasi ruang administrasi setengah miliar dan toilet dua unit setara harga rumah, yang tampak justru bukan revitalisasi fasilitas, melainkan revitalisasi pertanyaan publik.

Jika ini adalah swakelola, maka masyarakat berhak bertanya, swakelola untuk siapa?.***