LAMPUNG TIMUR – Lagi-lagi program Makan Bergizi Gratis (MBG) bikin heboh. Seharusnya jadi jurus pemerintah pusat untuk mencetak generasi sehat dan cerdas, tapi yang terjadi di Lampung Timur justru bikin anak-anak sekolah jadi pelanggan tetap rumah sakit.
Jumat (25/9/2025), puluhan siswa di Kecamatan Bumi Agung harus “study tour” mendadak ke IGD RSUD Sukadana setelah menyantap menu MBG. Bukannya bawa PR Matematika, mereka malah bawa pusing, mual, dan muntah berjamaah.
“Sekitar 15 anak sedang dirawat, dan pasien masih terus berdatangan. Penyebabnya masih menunggu hasil laboratorium,” kata salah satu sumber medis di RSUD Sukadana.
Antrean IGD hari itu nyaris menyaingi antrean beli bakso pas jam pulang sekolah.
Dari Nasi Bergizi ke Kontrak yang Bikin Kepala Sekolah Migren
Yang lebih bikin geleng-geleng, ternyata muncul dokumen perjanjian kerja sama antara sekolah dan pengelola logistik MBG. Isinya? Bukannya menenangkan, malah berpotensi bikin kepala sekolah jadi tersangka dadakan.
Dalam surat perjanjian yang beredar di grup WhatsApp warga, ada dua pasal absurd:
- Poin 5: Sekolah wajib mengganti tray stainless rusak atau hilang seharga Rp 80 ribu per unit. (Pertanyaannya: ini makan gratis apa sewa alat catering?)
- Poin 7: Jika ada KLB seperti keracunan massal, pihak sekolah wajib menjaga kerahasiaan informasi sampai SPPG menemukan solusi. (Artinya, kalau anak muntah berjamaah, kepala sekolah harus pura-pura bilang: “Ini cuma latihan drama kolosal.”)
Surat perjanjian itu kabarnya diteken salah satu kepala sekolah di Kecamatan Mataram Baru bersama Kepala Satuan Pelaksana Program Gizi (SPPG) Tulung Pasik.
Program Nasional, Masalah Nasional
Ironisnya, kasus keracunan MBG bukan kali pertama. Agustus lalu, siswa SD Al Islah, Mataram Baru, juga ikut tumbang setelah menyantap menu serupa. Malah lebih jauh, ribuan siswa di Bandung Barat juga pernah “gotong royong” masuk rumah sakit gara-gara paket makan yang katanya penuh gizi.
Dengan track record ini, wajar kalau masyarakat mengganti singkatan MBG dari Makan Bergizi Gratis menjadi:
- Muntah Bareng Gratis
- atau lebih ekstrem lagi: Masuk Bersama-sama ke IGD.
Rakyat sebenarnya cuma ingin anak-anaknya makan enak, sehat, dan pulang sekolah dengan senyum, bukan infus. Tapi nyatanya, program yang katanya unggulan ini lebih sering jadi headline negatif ketimbang solusi nyata.
Kalau pemerintah serius, mestinya kontrol kualitas makanan dan logistik dilakukan ketat, bukan malah bikin perjanjian absurd yang isinya melindungi vendor tapi menjerat sekolah.
Karena kalau dibiarkan, MBG ini bisa jadi “resep” untuk melahirkan generasi kuat menghadapi cobaan… tapi bukan cobaan akademis, melainkan cobaan lambung.***













