Scroll untuk baca artikel
Lampung

MBG di Lampung Timur: Dari “Makan Bergizi Gratis” Jadi “Makan Bikin Gawat”

×

MBG di Lampung Timur: Dari “Makan Bergizi Gratis” Jadi “Makan Bikin Gawat”

Sebarkan artikel ini
foto ilustrasi keracunan MBG

LAMPUNG TIMUR – Drama keracunan massal akibat Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali tayang di Lampung Timur. Kali ini, 41 siswa SD dan SMP di Kecamatan Bumi Agung harus mengubah jadwal belajar mereka menjadi “kelas darurat” di RSUD Sukadana, Jumat (25/9/2025).

Direktur RSUD Sukadana, dr. Nila S. Tanjung, menyampaikan bahwa dari total 41 pasien, 20 anak cukup ditangani rawat jalan, sedangkan 21 lainnya harus inap.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

“Alhamdulillah, 16 sudah sembuh dan dipulangkan, tinggal 5 lagi yang masih perawatan,” ujar dr. Nila, Sabtu (27/9/2025).

Dugaan sementara, biang kerok keracunan adalah menu roti sosis. Namun, kepastian sumber masalah masih menunggu hasil uji laboratorium Labkesda Provinsi Lampung. Jadi, sementara ini, roti sosis masih berstatus tersangka utama.

Perjanjian Aneh: Sekolah Jadi Tumbal, Vendor Aman

Di balik kericuhan ini, muncul bocoran surat perjanjian kerja sama antara sekolah dan pengelola logistik MBG. Alih-alih menenangkan, isi kontrak justru bikin kepala sekolah lebih pusing daripada siswa yang keracunan.

BACA JUGA :  Buruk, Jalur Mudik GSB-Jabung Hanya Tinggal Kenangan

Dua poin kontroversial mencuat:

  • Poin 5: Sekolah harus mengganti tray stainless yang rusak atau hilang, seharga Rp 80 ribu per unit. (Gratis untuk siswa, tapi kepala sekolah siap-siap jadi tukang catering kalau barang hilang).
  • Poin 7: Kalau ada KLB seperti keracunan massal, pihak sekolah wajib menjaga kerahasiaan informasi sampai SPPG menemukan solusi. (Terjemahan bebas: “Kalau murid muntah berjamaah, jangan bilang-bilang dulu, pura-pura aja habis latihan drama kolosal.”)

Isi perjanjian ini jelas rawan masalah hukum. Bukannya melindungi siswa, sekolah malah dipaksa jadi satpam reputasi vendor.

Dari Bekal Ilmu ke Bonus Infus

Kasus keracunan MBG bukan barang baru. Agustus lalu, puluhan siswa SD Al Islah di Mataram Baru juga ikut tumbang setelah menyantap menu serupa.

BACA JUGA :  Uniknya Menara Kembar di Ponpes Babussalam Al Amin Desa Toba, Dulu Jadi Destinasi Wisata Religi di Sekampung Udik

Lebih jauh lagi, ribuan siswa di Bandung Barat pernah “gotong royong” masuk rumah sakit gara-gara paket MBG.

Alih-alih pulang sekolah dengan ilmu baru, anak-anak justru pulang bawa bonus mual, pusing, sampai infus. Beberapa bahkan harus transit dulu di IGD. Kalau sudah begini, singkatan MBG bisa dimodifikasi masyarakat jadi:

  • Muntah Bareng Gratis
  • atau lebih tragis: Masuk Bersama-sama ke IGD.

Program Bergizi

Pemerintah pusat mungkin berniat baik, memberi gizi, meningkatkan kecerdasan. Tapi kenyataan di lapangan, yang meningkat justru angka pasien di IGD.

Ironisnya, bukan hanya kualitas makanan yang bermasalah, kontrak logistik pun menyimpan pasal-pasal janggal.

Kalau dibiarkan, MBG bukan lagi program unggulan, tapi bisa jadi serial tahunan keracunan massal.

BACA JUGA :  Way Sekampung Kembali Tercemar, Warga Pun Riang Gembira Turun ke Sungai Mencari Ikan 

Bedanya dengan sinetron, episode MBG ini selalu tayang nyata: dengan muntah sungguhan, pasien sungguhan, dan tagihan RS sungguhan.***