JATIM – Desa Pujon Kidul, Kabupaten Malang, Jawa Timur berhasil menurunkan angka pengangguran hingga angka nol dan kemiskinan berkat dana desa.
Pemerintah mengalokasikan anggaran dana desa mencapai Rp 70 triliun pada tahun ini. Desa fiktif menjadi satu cerita tak terpisahkan dari penyaluran dana desa yang mencapai Rp 70 triliun. Namun, terdapat pula cerita sukses penggunaan dana tersebut untuk pembangunan desa dan pengentasan pengangguran, seperti yang terjadi di Desa Pujon Kidul, Malang, Jawa Timur.
Desa Pujon Kidul menerima dana desa mulai 2015 sebesar Rp 700 juta dan meningkat tahun ini menjadi Rp 1,01 miliar. Dana tersebut tak hanya digunakan untuk pembangunan infrastruktur fisik seperti jalan dan jembatan. Sebesar 70% untuk pemberdayaan dan pembinaan desa, dan sisanya untuk operasional.
Kepala Desa Pujon Kidul Udi Hartoko bercerita, dana desa digunakan untuk membangun pariwisata, termasuk kafe sawah. Adapun terdapat tiga dusun di desanya yang kini bergerak di bidang edukasi hingga peternakan.
“Wisata ini bisa memberikan pendapatan hingga Rp 1,8 miliar,” kata Udi dalam 9th Annual International Forum on Economic Development and Public Policy di Inaya Hotel, Bali, Jumat (6/12).
Pemberdayaan sektor kreatif itu mampu mempekerjakan warga desa hingga memperoleh upah sebesar Rp 1,5 juta per bulan.
Alhasil, pemuda di desa tak perlu berpindah ke kota untuk mencari pekerjaan. “Pengangguran menjadi nol sekarang,” ungkap dia.
Buntut dari penurunan pengangguran, angka kemiskinan juga semakin berkurang. Pada 2016, angka kemiskinan di desa Pujon Kidul mencapai 387 jiwa dan berkurang menjadi 257 jiwa pada 2017.
Desa Pujon Kidul memiliki luas wilayah sebesar 330 hektar, terdiri dari 3 dusun, 9 rukun warga, dan 20 rukun tetangga dengan jumlah penduduk 4.279 jiwa. Desa ini merupakan satu dari 74,093 desa yang mengantongi dana desa.
“Sejak 2015, kami lakukan mapping, kami ajak masyarakat dari tahu apa kebutuhan masyarakat desa. Kemudian kami berbagi kewenangan dengan lembaga yang ada seperti Kelompok Ternak, PKK, Gapoktan, dan lainnya, lalu membuat Badan Usaha Milik Desa (Bumdes), waktu itu Dana Desanya sekitar Rp 700 juta,” ujar Udi Hartoko.
Pada tahun itu pula, dibentuk unit usaha Bumdes pertama yakni Hipam, tujuannya menyediakan air bersih ke warga. “Karena kami sadar ini kebutuhan masyarakat. Kami punya roadmap, jadi 40 tahun ke depan, ketersediaan air bersih aman,” kata Udi.
Selanjutnya, desa membangun unit Pengolahan Sampah. Dilanjutkan dengan pembangunan unit Wisata Desa, Parkir Wisata, serta Cafe Sawah pada akhir 2016.
Sekarang, Pujon Kidul telah memiliki sembilan unit usaha. Setiap tahun total omzet unit seluruh unit usaha tersebut terus naik begitu pula dengan pendapatan yang diraih.
Pada 2017, omset unit usaha Bumdes sekitar Rp 6,5 miliar, pada 2018 naik menjadi sekitar Rp 14 miliar. “Sekarang pendapatan kami 2019 sebesar Rp 1,8 miliar. Jadi lebih besar PAD (Pendapatan Asli Daerah) kami dibandingkan Dana Desa yang sebesar Rp 1,14 miliar,” kata dia.
Direktur Pusat Kebijakan Makro Ekonomi Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Hidayat Amir menilai pembelanjaan dana desa memang tak melulu soal jalan atau infrastruktur lain.“Pembangunan di desa bukan hanya masalah uang,” kata Amir.
Berdasarkan data Kemenkeu, realisasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) pada Oktober 2019 telah mencapai Rp 676,87 triliun, atau 81,87% dari target APBN 2019. Adapun realisasi dana desa mencapai Rp 51,96 triliun, naik 16% dibanding periode yang sama tahun lalu. (*)