Oleh: Abdul Rohman Sukardi
WAWAINEWS.ID – Cara pandang itu diarusutamakan Presiden Soeharto. Pembangunan merupakan pengamalan atau penjabaran Pancasila dalam semua seginya. Terdokumentasi dalam Pidato Kenegaraan,16 Agustus 1983.
Statemen lengkapnya sebagai berikut:
“Pembangunan nasional merupakan pengamalan Pancasila dalam seluruh segi kehidupan bangsa dan negara, baik di lapangan politik, ekonomi, sosial, hukum, pertahanan keamanan dan seterusnya. Ini adalah langkah nyata agar suasana serba Pancasila terasa di mana-mana, membimbing dan memberi arah kehidupan kita semua dalam bermasyarakat. Tanpa itu maka Pancasila tetap akan tinggal sebagai semboyan kosong”.
Statemen itu sebenarnya merupakan penjabaran alinea empat preambule UUD 1945. Ada empat tujuan dibentuknya pemerintahan. Pertama, untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Kedua, memajukan kesejahteraan umum.
Ketiga, mencerdaskan kehidupan bangsa. Keempat, ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Pemenuhan keempat tujuan itu harus didasarkan lima Prinsip. Kita kenal dengan Pancasila. Harus didasarkan Ketuhanan yang Maha Esa (aspek transendensi), didasarkan kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin hikmat kebijaksanaan dan keadilan sosial.
Amanat preambule itu harus menjadi titik pangkal pembangunan peradaban Indonesia. Pembangunan jangka pendek, jangka menengah, jangka panjang. Haruslah merupakan penjabaran amanat UUD 1945 itu.
Menjadi tugas para cendekiawan untuk menyusun guidance. Blue Print. Menerjemahkan keinginan amanat UUD itu untuk lebih mudah dipahami dalam tahapan-tahapan teknis.
Definisi, indikator dan tahapan serta target pencapaian “terlindunginya segenap bangsa dan tumpah darah”, “majunya kesejahteraan umum”, “cerdasnya kehidupan bangsa”, dan “kemampuan turut mewujudkan perdamaian dunia”. Kesemuanya harus berdasar lima prinsip. Pancasila.
Definisi, indikator dan tahapan serta target pencapaian itu haruslah dipahami semua elemen bangsa. Khususnya para penyelenggara negara.
Termasuk tarik ulur beragam madzhab akademik sudah seharusnya bermuara pada terminologi ini. Terminologi “pembangunan merupakan penjabaran Pancasila dalam semua seginya”.
Ada aspek spiritual transendensi pada amanat UUD 1945. Selain menekankan pada pencapaian material. Ada aspek kesejahteraan bathin. Selain pencapaian kesejahteraan bersifat lahiriah.
Spirit “pembangunan serba Pancasila” meredup gaungnya pada era reformasi. Seiring meredupnya Presiden Soeharto. Reformasi menekankan demokrasi. Diterjemahkan secara lebih banyak mentransplantasikan (mencangkok) beragam madzhab berfikir mainstream global.
Seperti liberealisme dalam politik. Ataupun Sustainable Development Goals (SDGs) dalam pembangunan. Terminologi Pembangunan peradaban amanat UUD 1845 kurang diarusutamakan.
Tantangan Indonesia ke depan salah satunya mengarusutamakan visi pembangunan peradaban amanat UUD 1945 itu. Visi pembangunan peradaban barat sedang meredup.
Realitanya bukan tempat yang kuat lagi untuk bergantung. Pendulum sedang bergeser ke Asia.
Kenapa kita harus minder dengan falsafah bangsa sendiri?.
Itulah problem besar yang harus kita hadapi. Merehabilitasi mental pembebek menjadi mental independen. Sebagaimana amanat preambule UUD 1945.
ARS (rohmanfth@gmail.com), 06-03-2024