Oleh: (Dr. Syahganda Nainggolan, Sabang Merauke Circle)
WAWAINEWS.ID – Mencermati pemberitaan freedomnews.id, 24/5, dengan judul “Dua Belas Tokoh Jawa Barat Silaturahmi Dengan Pangdam III Siliwangi”, perlu kita sedikit meluangkan waktu menelaah arti berita tersebut. Khususnya dalam rangka melihat arah demokrasi kita ke depan. Sebab, 12 orang tersebut adalah tokoh-tokoh oposisi garis keras. Setelah reformasi 1998, pertemuan aktifis dengan tentara resmi ini, kelihatannya baru pertama kali terjadi.
Pertemuan ini sepertinya merupakan bagian lanjut dari rangkaian pernyataan awal yang diutarakan Mayjen Kunto Arief Wibowo, Pangdam Siliwangi April lalu di Kompas Online. Dia menulis “Etika Menuju 2024”. Tulisan itu, dengan pendekatan ilmu komunikasi, terkesan sangat galak, karena memberikan “warning” kepada pemerintah dan elit politik dalam 3 hal, yakni pertama, ketiadaan “gate-keeping”, kedua, provokasi perlu terapi dan ketiga potensi curang. Meski mengklaim sebatas urusan Siliwangi (Jabar/Banten), tapi tulisan Kunto telah dibicarakan secara nasional.
BACA JUGA: Catatan Akhir Tahun Dr. Syahganda Nainggolan (Sabang Merauke Circle)
Ketiadaan “gate-keeping” dalam alam digital dan media sosial saat ini, menurut Kunto karena sekarang semua orang telah menjadi penyebar berita. Di masa lalu media tradisional lah penyebar dan sekaligus penanggung jawab berita. Dengan bebasnya saat ini menyebarkan berita, maka tingkat literasi menjadi instrumen kemampuan menyaring berita. Hal ini menjadi tantangan besar. Sebab, tingkat literasi rakyat kita masih sangat rendah. Hasutan-hasutan di masyarakat akan menjadi momok ke depan.
Kemudian Kunto menegaskan perlu “terapi” untuk mengendalikan provokasi. Terapi dalam bahas militer dapat berarti segala upaya penangkalan dini. Tapi bisa juga “coercive action”.
Terakhir, Kunto memberikan peringatan untuk tidak bermain curang dalam pemilu.
BACA JUGA: Jusuf Kalla, La Ode Umar dan Politik Identitas
Isu curang itu ternyata sangat sensitif. Pemilu Jujur, adil dan bebas/rahasia sulit dilakukan. Sekarang, main curang berarti bisa pada fase pra pemilu, saat pemilu dan paska pemilu. Kecurangan pra pemilu bisa dilakukan dengan upaya-upaya penyingkiran kandidat capres secara jahat, misalnya. Diakhir pemilu dengan rekayasa IT. Di saat pemilu dengan menggerakkan aparatur negara dan birokrasi. Kunto kelihatannya telah mencium hal itu.
Menurut Kunto, tentara siap untuk mengambil langkah dini jika negara mengalami ancaman perpecahan.