CIAMIS – Program kampung nila inovatif program Smart Fisheries Village (SFV) atau Desa Perikanan Cerdas menjadikan Desa Kawali, Ciamis, Jawa Barat, kini menjadi pusat pendidikan dan pelatihan.
Sehingga tidak heran ketika berkunjung ke Desa Kawali, Ciamis kalian akan disapa gemiricik air dari sepakan kincir apung dari berbagai kolam ikan yang berjejer sepanjang mata memandang. Desa Kawali jadi tempat anak magang, praktik, kuliner, wisata, penginapan.
Baru-baru ini, kelompok perikanan Kawali berhasil mendapatkan penghargaan prestisius dari Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono.
Ketua Gapokkan Kampung Nila Kawali Iim Gala Permana mengatakan Penghargaan tersebut menjadi motivasi untuk meningkatkan produksi secara berkelanjutan.
Saat ini jelas dia, gabungan pembudidaya Desa Kawali mampu memanen hingga 300 kwintal ikan nila per hari. Jumlah ini meningkat 400 persen dibanding tahun-tahun sebelumnya.
“Saya sebagai perwakilan dari SFV Kampung Nila Kawali mengucapkan terima kasih kepada Bapak Menteri Sakti Wahyu Trenggono yang telah memberikan penghargaan dan apresiasi kepada kelompok kami Gapokkan Kampung Nila Kawali. Ini merupakan suatu motivasi bagi kami ke depannya untuk lebih maju dan berkembang lagi,” ungkapnya.
Iim mengatakan, terdapat tiga faktor berdirinya Kampung Nila Kawali, yaitu adanya sumber daya air, sumber daya manusia, yang didukung oleh budaya gotong royong masyarakat.
Berdirinya Kampung Nila Kawali, di Ciamis penuh lika-liku karena konsep ingin budi daya ikan yang baik dan benar dan menguntungkan selalu ditolak masyarakat karena masyarakat sudah mencoba gagal.
Tapi, sekarang sudah ada kuliner-kuliner untuk restoran dan olahan ikan. Dulu Kampung budidaya nila saja, sekarang SFV jadi pusat pendidikan dan pelatihan juga, magang, praktik, kuliner, wisata, penginapan, dan sebagainya.
“Alhamdulillah berkat keuletan penyuluh perikanan dan kolaborasi stakeholder, maka kampung nila ini terpilih jadi SFV,” tambah Wahyu.
Alasan memilih nila karena komoditas tersebut digemari dan permintaan pasarnya cukup tinggi. Kampung Kawali sendiri memiliki air melimpah yang dapat digunakan untuk mendukung kegiatan budidaya.
Setelah sukses dengan budidaya nila, barulah Kampung Nila tersebut dijadikan SFV oleh BPPSDM dengan serangkaian proses yang tidak mudah.
Berbagai upaya dilakukan melalui kolaborasi KKP dari pusat hingga penyuluh perikanan, bersama masyarakat dan stakeholder.
Tidak hanya budidaya nila (pembenihan dan pembesaran), beragam kegiatan perikanan lainnya dari hulu ke hilir, seperti pengolahan produk hasil perikanan, kuliner perikanan, wisata perikanan, pelatihan perikanan, hingga pemasaran hasilnya ada di SFV ini.
“Cerita SFV awalnya info dari penyuluh. Ada program dari pusat nih kami tidak langsung terima begitu saja tapi dipelajari dulu. Apa sih SFV itu? Setelah dipelajari ternyata menarik ya,”ujar dia.
Melalui proses panjang, lalu pada acara RIFA Fest di Bogor (Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar dan Penyuluhan Perikanan) bertemu Kepala Badan (BPPSDM) dan berdiskusi.
Peningkatan-peningkatan secara bertahap terjadi di Kampung Nila tersebut. Rata-rata produksi ikan nila di SFV Kampung Nila Kawali mencapai 3 kuintal per hari.
Dengan asumsi nilai pasar 1 kg ikan nila sekitar Rp30.000, maka rata-rata omzet sehari sekitar Rp9 juta dan setahun sekitar Rp3,2 miliar.
“Itu baru dari ikan konsumsinya saja, belum termasuk pendapatan dari hasil yang non konsumsi di SFV Kawali ini,” ujar Iim.
Kini kelompoknya sudah kewalahan memenuhi permintaan-permintaan dari berbagai daerah. Bahkan, permintaan tersebut tak hanya dari domestik, tapi juga mancanegara.
Sekarang permintaan sudah ada dari luar negeri. Misalnya kemarin Korea minta berton-ton pun ditolak dulu, karena masih mampunya ukuran kuintal.***