KOTA BEKASI – Memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, atau Maulid Nabi, dirayakan dengan beragam tradisi dan istilah nama sebutan sebagai keberagaman budaya nusantara. Sukacita akulturasi agama dan budaya sangat kental dalam perayaan tersebut.
Salah satunya di Kampung Kranggan, Kelurahan Jatirangga, Jatisampurna, Kota Bekasi, Jawa Barat ada Sungkeman atau disebut Lebaran Kranggan. Ribuan berdatangan ke Kampung Kranggan dan hal itu disebut ngelancong atau istilah lain dari Lebaran Kranggan tersebut.
Mereka hadir dari berbagai daerah di Jawa Barat dan Jabodetabek untuk sungkeman ke Kolot, istilah panggilan hormat ke tokoh di Kampung itu.
Uniknya mereka datang tidak dengan tangan kosong dan pasti membawa barang tertentu yang diserahkan ke tokoh adat tersebut.
Kehadiran mereka tak lain untuk merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW atau Mauludan. Kehadirannya pun sukarela, tanpa ada undangan khusus ataupun pemberitahuan sebelumnya.
Ngelancong diperingati setiap memasuki bulan Robiul Aawal (Maulud), menjadi budaya di Kranggan mereka menamakan budaya tersebut sebagai Ngelancong, atau Lebaran Kranggan
Adat istiadat budaya di sini khususnya menyambut Mauludan sudah dilakukan secara turun temurun setiap tahunnya di Kranggan, mereka yang datang ini tidak diundang atau pun dikasih surat.
“Semua sudah tau dan semua yang hadir adalah dasar dari hati nuraninya sendiri,”ungkap Anim Imamuddin, salah satu tokoh masyarakat Kranggan.
Dalam menyambut hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, oleh warga Kranggan diperingati selama empat hari empat malam. Anim menyebut hal tersebut hampir mirip dengan Cirebon. Diacara itu murni giat budaya tidak ada lagi kepentingan apapun dalam Ngelancong tersebut istilah lebaran Kranggannya.
Lalu apa saja yang dilaksanakan dalam peringatan tersebut, Anim menguraikan bahwa hal yang dilakukan, berkumpul untuk sungkeman kepada Kolot atau sesepuh kampung Kranggan. Istilah tersebut sudah berlangsung sejak ratusan tahun silam dan tetap terjaga sampai sekarang.
“Ini adalah nutur galur mapai tapak, orang dulu disini kolot secara turun temurun telah banyak menyembuhkan beragam penyakit yang ada. Mulai dari penyakit gila, syaraf, santet dan lainnya, intin Kolot tersebut sudah banyak berjasa menolong tanpa pamrih,”ujar Anim.
Kemudian setelah mereka berkeluarga dan hijrah ke tempat lain tetapi mereka ada janji (Nadzar) yang selalu mereka taati sebagai bentuk rasa syukur atas bantuan yang mereka rasakan sebelumnya di Kranggan atas wasilahnya oleh orang tua di Kranggan berdasarkan kekuasaan Allah SWT, sehingga mereka berjanji akan datang lagi untuk sungkeman memakai kain putih.
Menurut Anim, budayanya mereka akan datang sendiri sesuai dengan apa yang telah mereka nadzarkan sendiri sebelumnya secara turun temurun seperti membawa garam, kayu bakar atau pun ikan gabus, ayam, kambinig dan lainnya. Maka setiap tahun tidak boleh diganti. Jika diganti maka akan ada yang menegurnya.
Kemudian semua bawaan tersebut dari berbagai orang akan diramu menjadi satu untuk membuat keberkahan budaya adat kranggan dalam rangka memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW nya apa dimulai tanggal dari tanggal 11 sampai 14 Rabiul awal.
Adapun rangkaian kegiatan akan diisi dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, tepat pada tanggal 12 Rabiul awal, dan semua bawaan warga yang disedekahkan tersebut akan dihidangkan bersama dan akan ada gerebek makan atau makan bersama. Sebelumnya akan ada sambutan, doa dan diakhiri doa secara islam.
“Setelah doa selesai semua akan berebut, ngalap berkah pada pukul 12.00 WIB ba’da solat zuhur. Dan malamnya disambung dengan membersihkan benda pusaka atau sejarah. Kemudian pada malam Rabu hari puncak 14 mauludan, akan kembali berebut makan bersama,”papar Anim
Untuk malam terakhir, atau malam ke empat belas, dimaknai memperingati hijrahnya Nabi Muhmmad SAW dari Mekah ke Madinah selama 14 hari. Ditutup dengan doa lalu akan ada rebutan makan lagi.
Setelah kegiatan puncak selesai Anim, mengatakan baru ada pensucian dari bagi para pengikut di Kranggan hal tersebut biasa disebut Buhun, sebuah kepercvayaan islam kuno. Suhudmemrupakan salah satu nutur galur mapai tapak ngikuti yang telah dilakukan orang dulu dalam hal kebaikan, dengan membersihkan diri di kali.
Lebih lanjut dia mengatakan bahwa terjaganya budaya leluluhur di Kranggan tidak lain untuk mempersatukan. Budaya tidak mementingkan kepentingan agama, golongan atau kelompok apapun. Tapi budaya tumbuh berkembang sudah dari zaman dulu kala, sehingga yang disebut dengan satuan dan kesatuan adalah disebut dengan budaya.
“Budaya memiliki keluhuran, sehingga orang Kranggan selalu mempertahankan adat dan budayanya “Nutur galur mapai tapak“,”pungkasnya menyebutkan warga kerap menyebut lebaran Kranggan karena melalui acara tersebut juga terjalin acara silaturrahmi antara warga dari berbagai daerah. ***.