Mengenang Angkot Jurusan Metro-Pugung di Lampung

wawainews.ID, Metro - ANGKOT alias Angkutan Kota, masih tetap eksis melayani pelanggannya. Jumlahnya tak banyak lagi. Tetap beroperasi walaupun harus menghadapi persaingan yang tak bisa tersaingi. Kehadiran Angkot oleh sebagian orang masih sangat didambakan.
Era tahun 90-an, sampai tahun 2000-an, angkot di Kota Metro, Provinsi Lampung pernah mengalami masa kejayaan. Saat ini hanya tinggal beberapa saja. Bahkan angkot jurusan Metro-Prapatan pugung nyaris sirna tanpa bekas, hanya tersisa dua unit dengan merek kaca depan Batin dan Restu.
Saya masih menyaksikan ketika satu persatu kendaraan melayani penumpang bahkan hingga antri panjang untuk menunggu giliran banyak penumpang jurusan Melaris, Batang Hari, tanjungkari rela ngetem.
Dicat dengan warna merah Penggunanya juga banyak. Maklum, waktu itu jumlah kendaraan masih sedikit. Rutenya, dari Metro ke Prapatan Pugung Lampung Timur menyinggahi beberapa tempat di sepanjang jalan tersebut. Bahkan tidak sedikit supir rela begadang hanya untuk menunggu giliran, suasana itu sekarang tergerus oleh kendaraan travel yang menjemput dan mengantar sampai alamat.
Tempat berkumpul masih ada tempat ngetem di Samping Pasar Shoping Kota Metro ataupun suasana di Prapatan Pugung belum berubah. Meskipun tidak lagi berfungsi waktu itu, dulu angkot jurusan Metro-Pugung bersaing dengan bus, atau mobil tiga perempat yang dikenal dengan merek Bahagia atau Doa Ibu.
Angkot itu masih bertahan sebagai salah satu urat nadi transportasi. Pagi harus lebih awal beroperasi untuk membawa anak sekolah maupun para pedagang yang akan belanja di pasar. Baik di Pasar Metro, Sekampung atau Tanjungkari.
Penyusutan pasti terus terjadi. Tapi, dalam perjalanan waktu, tak ada rencana peremajaan kendaraan. Bisa jadi ada keinginan oleh pemiliknya, namun melihat tren penumpang yang sudah tidak seimbang antara operasional dan penghasilan yang didapatkan. Keinginan itu pun diurungkan.
Kemarin, saya sengaja berkeliling mencari di mana Angkot itu berhenti. Kalau dulu, tak sulit karena ada terminal. Saya kebetulan ke pasar sambil mengantar ibu Mertua di Metro, melihat angkot warna merah saya terbayang masa kecil. Angkot itu bagi kami warga Toba, hampir setiap waktu melintasi dari pagi hingga malam.
Saat di pasar Shopping Metro, saya melihat dari kejauah satu angkot warna merah dan tidak asing lagi tengah ngetem menunggu penumpang. Saya hampiri dan melihat hanya ada satu penumpang.
Sebetulnya ingin sekali menjadi penumpang. Atau setidaknya saya carter Pugung Tapi saya hanya duduk dan ngobrol dengan supir yang dulu saya kenal klimis dan muda, sampai sekarang tetap setia dengan Angkot rute Metro-Pugung dengan kondisi seadanya.
Saya ingat dulu pak Tuho saya, bernama Tayip (almarhum), warga Gunung Sugih Besar, yang berpindah tinggal di Kota Metro. Dia sopir Angkot. Hingga akhir hayatnya.
Saya tidak lagi berniat untuk berbincang dengan sopir Angkot yang saya temui di Pasar tersebut soal penumpang. Pasti jawabannya memelas. Di bagian kaca depan hanya tertulis BATIN sebagai pengenal.
Saya cermati, inilah Angkot generasi kedua. Angkot itu saat saya SMA begitu kreen dan jadi tumpuan pelajar perempuan saat pulang sekolah. Melihat tampilannya sekarang, saya membayangkan pastilah bodi kendaraan sudah dicat berulang kali. Kalau pun tebal, itu karena tebal dempul. Atapnya sudah berkarat. Tapi saya bangga, pengemudinya masih tetap semangat.
Bagaimana pun, saya tetap bangga. Bangga pada kebulatan hati pemilik Angkot untuk bertahan dan terus memberikan layanan jasa angkutan.
Bangga pada sopir yang bisa jadi setoran tak memadai dengan penghasilan setiap harinya. Bangga karena mampu tetap bertahan menghadapi kepungan kendaraan pribadi yang makin hari makin bertambah banyak.(wahid)
Komentar