BudayaLingkungan HidupWisata

Menjelajah Baduy Dalam, Bersama Tim Wawai Karya

×

Menjelajah Baduy Dalam, Bersama Tim Wawai Karya

Sebarkan artikel ini

wawainews.id, Lebak – Suku Baduy, merupakan salah satu suku tertua di Indonesia, yang hingga kini masih mempertahankan gaya hidup tradisional tanpa sentuhan teknologi modern. Mempertahankan budaya leluhur menjadi masyarakat suku Baduy khususnya Baduy Dalam.

Falsafah mereka, jika sudah mengikuti modernisasi maka tidak akan bisa kembali ke adat leluhur. Karena itu dalam kondisi apapun mereka tetap mempertahankan budaya dan ajaran leluhur.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Dalam agenda outing tahunan PT. Wawai Karya berkesempatan untuk mengeksplorasi lebih dalam tentang adat budaya Suku Baduy.

Secara teritorial, Suku Baduy hidup di Desa Kanekes, kaki Gunung Kendeng Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.

Desa adat Baduy terbagi dua yakni Baduy Luar dan Baduy Dalam. wilayah Baduy Dalam, terdiri dari tiga kampung, yaitu kampung Cibeok, Cikartawana, dan Cikeusik. Sedangkan wilayah Baduy Luar tinggal di 50 kampung lainnya yang berada di bukit-bukit Gunung Kendeng.

BACA JUGA :  Jabar Tanam 10 Juta Pohon di Lahan Kritis

Untuk mencapai Baduy Dalam tim harus menempuh perjalanan kurang lebih 15KM dengan waktu sekitar 5jam. Untuk menuju desa Cibeok, Baduy Dalam, harus melewati beberapa kampung di wilayah Baduy Luar. Perkampungan antara Baduy Dalam dan Baduy Luar yang dipilih oleh jembatan bambu diatas sungai.

Di Kampung Gazebo, kawasan Baduy Luar banyak warga asli menenun baik tua atau muda. Di sini sudah mulai terlihat lahan pertanian padi darat di perbukitan.

Padi disini hanya menggunakan pupuk alami dari daun mengkudu yang ditumbuk kemudian disiram ke tanaman.

Sepanjang perjalanan tim disuguhi okeh panorama keindahan yang asri dan kearifan budaya lokal yang indah.

Selama perjalanan menuju Desa Cibeok, Tim Wawai Karya dipandu oleh Safri, anak Suku Baduy Dalam yang ramah, terbuka dengan budaya luar tapi sangat menjaga dan patuh pada budaya leluhur.

“Kampung Cibeok, terdiri dari 108 rumah, 147 KK dengan jumlah penduduk total mencapai 620 jiwa sedangkan kampung Cikartawana hanya terdiri dari 28 rumah dan 200 orang jiwa dan kampung Cikeusik terdiri dari 76 rumah” ujar Safri.

Warga Baduy umumnya hidup tanpa penerangan listrik, kondisi kembali ke zaman dahulu akan terasa ketika mulai memasuki kampung Baduy.

BACA JUGA :  HSPN 2024, Zahira Khairani Sebut Indonesia Penyumbang Sampah Plastik Terbesar Kedua

Perabotan rumah yang digunakan terbuat dari bahan seadanya. Seperti tempat minum terbuat yang dari bambu, serta piring dan sendok yang terbuat dari kayu.

Bahkan khusus untuk perkampungan Baduy Dalam bangunan rumah semua harus menggunakan bahan alam tanpa ada satupun paku yang digunakan.

Menurut Safri, perbedaan antara Baduy Dalam dan Luar secara kasat mata terlihat dari pakaian sehari-hari yang digunakan.

Baduy Luar lebih bebas mengenakan pakaian apapun sedangkan Baduy Dalam, memiliki pakaian khusus, untuk laki-laki Baduy Dalam hanya boleh menggunakan 2 warna pada pakaiannya yaitu hitam dan putih dengan ikat kepala putih dan tas putih yang terbuat dari kain tenun.

Sedangkan untuk wanita Baduy Dalam hanya diperbolehkan menggunakan pakaian berwarna putih. Pakaian serba putih tersebut merupakan lambang kesucian pertanda mereka masih ‘suci’ dalam menjalankan dan menjaga adat istiadat leluhur sepenuhnya.

BACA JUGA :  Penanganan Pencemaran Kali Sekampung, Diminta Tak Sebatas Tebar Pesona

Saat memasuki Kampung Cibeok, suasana traditional yang kental masih sangat terasa. Pengunjung yang datang tidak diperkenankan untuk menggunakan alat modern seperti handphone ataupun kamera. Pengunjung tidak diperbolehkan untuk mendokumentasikan aktifitas selama berada di Baduy Dalam.

Saat malam tiba, penerangan yang digunakan hanya lampu tempel dengan bahan bakar minyak namun jika akan akan tidur semua penerangan harua dimatikan untuk menghindari kebakaran.

Keunikan lainnya adalah pengunjung tidak diperkenankan mandi dengan menggunakan sabun, shampoo, odol dan peralatan mandi lainnya. Semua kegiatan MCK dilakukan di sungai yang mengelilingi kampung, tidak ada toilet atau jamban umum.

Warga Baduy Dalam begitu sederhana dan menyatu dengan alam. Sebagian besar masyarakat Baduy adalah petani padi. Tidak ada peternakan ataupun hewan peliharaan di Kampung Baduy. Mereka terikat adat dan harus patuh dengan kepala adat.