BALI – Siapa sangka, menikmati semangkuk mie pedas diiringi lagu-lagu pop ternyata bisa berujung jeruji. Bukan bagi pelanggan, tentu saja, tapi untuk direktur waralaba.
I Gusti Ayu Sasih Ira, Direktur PT Mitra Bali Sukses sekaligus pemegang lisensi Mie Gacoan di Bali, kini resmi berstatus tersangka karena ‘lupa bayar’ royalti lagu yang diputar di gerai.
Dari Mi Pedas ke Masalah Panas
Tudingan ini bukan sambal goreng belaka. Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) mengendus bahwa manajemen Mie Gacoan di Bali sudah sejak 2022 rajin menyetel ribuan lagu tanpa sekalipun menyentuh dompet untuk bayar royalti. Dengan kata lain, lagu diputar, keuntungan disedot, tapi musisi gigit jari.
“Mereka muter lagu sejak 2022, tapi enggak ada itikad bayar. Katanya pedas, tapi kooperatifnya hambar,” sindir Ketua LMKN Dharma Oratmangun saat dikonfirmasi, Wawai News pada Selasa (25/7/2025).
Menurut Dharma, LMK Sentra Lisensi Musik Indonesia (Selmi) sudah mendatangi pihak manajemen, bukan sekali-dua kali. Namun, sepertinya notifikasi teguran hanya dianggap angin lalu atau mungkin kalah nyaring dari playlist toko.
Royalti, Bukan Mitos Urban
Dalam dunia usaha, memutar lagu di ruang publik bukan sekadar soal selera musik. Itu wilayah hukum. Undang-Undang Hak Cipta dan PP No. 56 Tahun 2021 jelas menyebutkan musik yang dipakai untuk mendongkrak omzet wajib bayar royalti.
Apalagi tarifnya bukan setara tiket konser Coldplay per lagu tak sampai Rp12. Tapi kalau yang diputar ribuan lagu dan outletnya banyak, jangan kaget kalau nilainya menggapai angka miliaran. Dan benar saja, berdasarkan rumus perhitungan resmi (jumlah kursi × Rp120 ribu × jumlah outlet × 1 tahun), kerugian negara dan musisi masuk kategori jumbo.
“Jangan Main-main dengan Playlist,” Polda Ikut Bernyanyi
Kabid Humas Polda Bali, Kombes Ariasandu, mengonfirmasi bahwa Sasih Ira telah ditetapkan sebagai tersangka setelah penyidikan berjalan sejak awal 2025. Awalnya hanya aduan masyarakat (Dumas), tapi bukti-bukti berbicara nyaring. Dan tidak seperti lagu cinta, kasus ini tidak mengenal chorus kedua: direktur jadi satu-satunya tersangka.
“Karena tanggung jawab mutlak ada pada direktur,” kata Ariasandu.
Hingga kini, Sasih Ira belum ditahan. Proses masih berjalan, saksi-saksi terus dikorek keterangannya. Namun, yang jelas, irama perkara sudah tidak bisa disetop dengan remote bluetooth.
Musisi Bikin Lagu, Gacoan Bikin Urat
Dalam iklim bisnis yang ideal, pemilik tempat usaha menikmati untung, pelanggan kenyang, musisi pun dapat royalti. Sayangnya, dalam kasus ini, iramanya timpang: Gacoan dapat rame, tapi pencipta lagu cuma dapat sunyi. Ironi ini menjadi pelajaran bahwa membangun suasana toko yang “vibes-nya dapet” juga harus diiringi dengan tanggung jawab hukum.
Toh, bayar royalti bukan seperti pesan truffle oil tidak bikin bangkrut. ***