Scroll untuk baca artikel
TANGGAMUS

Miris! Swadaya Rakyat di Tengah Pembiaran, Jalan Lingkar Tanggamus Akhirnya Ditambal Warga

×

Miris! Swadaya Rakyat di Tengah Pembiaran, Jalan Lingkar Tanggamus Akhirnya Ditambal Warga

Sebarkan artikel ini
Foto: Warga Pekon (desa) Kota Agung, Kecamatan Kota Agung akhirnya berhenti menunggu. Minggu (28/12/2025), mereka turun ke jalan, mengaduk semen, mengangkat pasir, dan menambal lubang-lubang yang selama ini lebih mirip jebakan kematian ketimbang infrastruktur publik, (foto_hf)

TANGGAMUS – Negara absen, warga turun tangan. Begitulah potret pahit yang tersaji di Kabupaten Tanggamus. Jalan lingkar kabupaten yang rusak bertahun-tahun, penuh lubang dan ancaman maut, dibiarkan tanpa kepastian. Pemerintah diam, masyarakat yang menanggung risiko bahkan nyawa.

Tak lagi percaya janji, warga Pekon (desa) Kota Agung, Kecamatan Kota Agung akhirnya berhenti menunggu. Minggu (28/12/2025), mereka turun ke jalan, mengaduk semen, mengangkat pasir, dan menambal lubang-lubang yang selama ini lebih mirip jebakan kematian ketimbang infrastruktur publik. Jalan yang seharusnya dijaga negara, kini dirawat dengan gotong royong rakyat.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Aksi ini dipimpin langsung Kepala Pekon Kota Agung, Neneng Rohani. Ia tak berbasa-basi menyebut fakta pahit, jalan lingkar kabupaten itu sudah lama berubah menjadi ancaman serius bagi keselamatan warga.

“Kerusakan ini bukan baru kemarin. Sudah bertahun-tahun. Korban kecelakaan banyak, bahkan ada yang meninggal dunia. Karena tidak ada kejelasan dari pemerintah, masyarakat terpaksa swadaya,” tegas Neneng sebagaimana dikutip Wawai News.

Jalan tersebut bukan jalur sepi. Setiap hari dilalui pelajar yang berangkat sekolah, petani mengangkut hasil panen, pedagang, hingga kendaraan angkutan. Ironisnya, pemerintah yang rajin bicara pembangunan justru membiarkan jalan strategis ini rusak seperti bekas ladang ranjau.

BACA JUGA :  Evakuasi Penuh Perjuangan, Jenazah Kakek di Wonosobo Ditandu 5 Kilometer dari Tengah Kebun

Saat hujan turun atau malam tiba, lubang-lubang besar di badan jalan menjadi perangkap mematikan. Namun alih-alih ada perbaikan permanen, yang datang justru pembiaran. Negara seperti memilih menutup mata, sementara masyarakat terus berjudi dengan keselamatan.

Dengan alat seadanya, warga menambal lubang-lubang besar yang selama ini seolah dibiarkan untuk “menguji nyali” pengguna jalan. Gotong royong itu menjadi simbol kepedulian warga, sekaligus tamparan keras dan sindiran telak bagi pemerintah daerah yang gagal menjalankan fungsi dasarnya, melindungi keselamatan rakyat.

Neneng menegaskan, aksi swadaya ini bukan solusi dan tidak boleh dinormalisasi.
“Ini darurat, bukan perbaikan sesungguhnya. Pemerintah daerah harus turun tangan dan bertanggung jawab penuh. Jalan ini urat nadi ekonomi dan keselamatan masyarakat,” ujarnya.

BACA JUGA :  Cegah Gigitan Buaya, Polsek Wonosobo Pasang Banner Imbauan

Apa yang terjadi di Kota Agung adalah cermin kegagalan tata kelola. Ketika anggaran ada, kewenangan jelas, namun jalan rusak dibiarkan hingga memakan korban, maka yang rusak bukan hanya aspal, tetapi juga rasa keadilan publik.

Gotong royong warga Kota Agung adalah alarm keras. Masyarakat tak lagi mau pasrah ketika nyawa dipertaruhkan. Namun satu pertanyaan besar menggantung di udara, jika rakyat sudah memperbaiki jalan sendiri, lalu untuk apa pemerintah ada?