Catatan Harian Abdul Rohman Sukardi
WAWAI NEWS – Mudik. Tradisi sangat populer di Indonesia. Momentumnya menjelang lebaran IdulFitri.
Ketika puluhan, bahkan ratusan juta orang tanpa diinstruksi berbondong-bondong. Bergerak menuju kampung halaman.
Ada arak-arakan mengular menggunakan kendaraan pribadi. Mobil atau motor. Banyak pula menggunakan transportasi umum.
Tiket harus dipesan jauh-jauh hari oleh pemudik. Tidak sedikit perusahaan, parpol atau instansi pemerintah menggelar mudik gratis. Menggunakan ratusan armada transportasi.
“Mudik itu perlu”, tulis spanduk yang menempel di badan bus mudik gratis. “Mudik itu gue banget”, tulis spanduk armada yang lain.
“Tidak mudik, itu hambar”. “Gak kebayang kalau kagak mudik”. “Mudik itu jutaan kisah”.
Begitulah suasana keceriaan adu tagline di badan-badan armada pengangkut pemudik.
Jalan tol sudah banyak dibangun. Kemacetan pemudik sulit dihindari. Tidak jarang mengular kemacetannya. Rekayasa lalu lintas belum sepenuhnya meniadakan kemacetan mudik.
Apa motif penggerak jutaan orang itu?. Bergerak bersamaan menuju kampung halaman.
Jadwalnya tidak bisa digeser. Momentum Iedul Fithri. Berpacu tiba di lokasi mudik sebelum malam takbir.
Mudik berbeda dengan thanksgiving di Amerika. Pesta makan bersama keluarga. Pesta jamuan panen. Momentum keluarga berkumpul.
Mudik digerakkan motif spiritual. Setidaknya ada dua motif. Keduanya terkait ibadah Ramadhan.
Pertama, terdorong naluri pencarian sumber kesucian.
Terdapat sebuah hadits yang menyatakan: “Barang siapa berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Ibadah Ramadhan dengan benar akan mengantarkan pelakunya berada pada frekuensi kesucian. Ibarat bayi baru lahir. Terbebas dari dosa-dosa.
Pada frekuensi kesucian itu, secara naluriah orang tergerak menunju sumber kesucian. Ialah penciptanya. Menuju Sangkan Paran (asal mula). Sangkan Paraning Dumadi (asal mula kehidupan).
Perjalanan menuju Sangkan Paran itu melalui para perantara penyebab seseorang lahir ke muka bumi. Ialah kedua orang tuanya.
Mudik, menjadikan orang tua sebagai tujuan utama. Saudara-saudara orang tuanya.
Jika orang tua sudah wafat, ia menuju pemakaman orang tuanya untuk diziarahi. Didoakan. Termasuk kepada para leluhurnya (kakek neneknya).
Mudik adalah tradisi menziarai jejak-jejak Sangkan Paran. Menziarahi jejak-jejak asal mula kehidupan.
Melalui ziarah itu, seseorang tanpa disadari melakukan kontemplasi jati dirinya. Refleksi eksistensi diri seseorang kenapa dihamparkan di muka bumi. Termasuk sejarah perjuangan keluarganya.
Jadi bukan sekedar berkumpul untuk pesta makanan selayaknya thanksgiving di AS.
Kedua, menuntaskan perjalanan spiritual menuju kesucian. Jika dosa kepada Allah Swt., sudah diampuni melalui ibadah Ramadhan, kesalahan antar sesama manusia dihapus dengan saling meminta maaf.
Terdapat satu hadits yang menyatakan “Tidaklah dua orang muslim saling bertemu kemudian berjabat tangan, kecuali akan diampuni (dosa-dosa) mereka sebelum berpisah” (HR. Abu Daud, Turmudzi, Ibnu Majah dan Ahmad).
Mudik merupakan momentum yang disediakan oleh kesadaran diri setiap orang untuk menuntaskan perjalan spiritual itu. Untuk saling silaturahmi meminta maaf atas semua kesalahan. Untuk me- restart kehidupan sosialnya dengan saling memaafkan.
Untuk terciptanya kehidupan baru tanpa terjerat kesalahan-kesalahan masa lampaunya. Dengan komitmen untuk tidak mengulang kesalahan baru.
Makan-makan, kue lebaran, “angpau” dan baju, ziarah baru hanyalah asesoris dalam mudik. Ada dimensi spiritual menjadi penggerak jutaan orang melakukannya. Salah satunya ziarah kubur leluhur.
Mudik membekali pelakunya spirit baru dalam menjalani hidup. Spirit itu ia timba dari menziarahi jejak-jejak Sangkan Paran (asal mula kehidupan) ia dihamparkan di muka bumi.
Kesadaran Sangkan Paran itu akan membimbingnya terjaga dari dis- orinetasi kehidupan. Ia tau dari mana asalnya. Sadar akan kemana ia akan kembali.
Hari ini mudik kepada perantara kehidupan di bumi. Kelak, pada saatnya akan mudik kepada pemilik hidup. Allah Swt.
• ARS (rohmanfth@gmail.com)