Pertama, konflik dan ketegangan. Diberbagai belahan dunia Muslim. Termasuk menguatnya sentimen qobilahisme atau kesukuan di Timur Tengah.
Kedua, kebangkitan islamisme radikal. Secara agresif mempromosikan kekerasan dan intoleransi.
Ketiga, rendahnya kualitas SDM ummat. Pendidikan ummat di berbagai belahan dunia muslim masih tertinggal. Jika dibandingkan dengan tradisi akademik negara-negara barat. Termasuk kualitas pemahaman terhadap ajaran Islam sendiri. Masih rendah.
Keempat, dunia muslim terjebak kemiskinan dan keterbelakangan. Ummat Islam belum menjadi pemain penting dalam percaturan ekonomi global.
Kelima, secara geopolitik, ummat Islam banyak menjadi bidak dari skenario negara-negara barat.
Gambaran itu bukanlah kebangkitan sebagaimana obsesi abad 14 H. Obsesi itu masih jauh dari harapan. Menandakan ummat Islam belum mampu merumuskan kemajuan masa depannya.
Ada dua peluang sebagai pemecah kebuntuhan situasi itu.
Pertama gerakan mualaf internasional. Kedua, potensi tampilnya Indonesia sebagai 4 besar kekuatan ekonomi global.
Gelombang mualaf akan menjadikan Islamisasi global tanpa kekerasan. Tanpa perang. Narasi benturan Islam vs Barat tidak diperlukan lagi sebagai jalan kebangkitan ummat Islam.
Mualaf merupakan gerakan kesadaran. Melibatkan cerdik pandai dan mapan ekonomi.