LAMPUNG TIMUR — Kalau nelayan di Labuhan Maringgai dapat “rumah merah putih”, nelayan di Labuhan Ratu malah cuma dapat “rasa merah padam”.
Pasalnya, dua lokasi program Kampung Nelayan Merah Putih (KNMP) program unggulan Presiden Prabowo semuanya mendarat manis di Kecamatan Labuhan Maringgai.
Sementara di Labuhan Ratu, nelayan hanya bisa menatap laut sambil bertanya dalam hati:“Apa kami ini bukan nelayan, atau cuma kebetulan salah kecamatan?”
Kampung Merah Putih, Tapi Kami Tetap Abu-Abu
Di Dusun Ujung Tanggul, Desa Labuhan Ratu, para nelayan sudah lama menanti perhatian. Mereka bukan nelayan musiman, tapi tulang punggung ekonomi pesisir yang terus melaut bahkan ketika ombak dan janji sama-sama tinggi.
“Bagaimana kami tidak merasa seperti anak tiri? Program presiden Prabowo semua di Labuhan Maringgai, sedangkan kami yang juga nelayan diabaikan. Apa bedanya kami dengan mereka?” ujar Abu, tokoh nelayan setempat, kepada awak media kemarin.
Warga mengaku sudah menyiapkan lahan dan mengirimkan proposal resmi untuk program KNMP. Tapi hingga kini, jangankan realisasi, balasan surat pun tak pernah mampir, seperti sinyal internet di tengah laut.
“Kami dan dua desa di Labuhan Maringgai sama-sama mengajukan proposal. Tapi di sana terealisasi, di sini tidak. Rasanya seperti nonton pesta tapi tak diundang,” tambah Abu, dengan senyum getir khas warga yang sudah lama terbiasa menunggu.
Di Antara Lumpur, Jembatan Patah, dan Janji yang Kandas
Pantauan langsung di lapangan memperlihatkan kondisi yang membuat siapa pun berpikir ini bukan desa nelayan yang kekurangan semangat, tapi kelebihan sabar.
Jalan rusak, jembatan ambruk, lampu penerangan nihil, air bersih langka, dan lingkungan kumuh yang membuat kata “layak” terdengar seperti mimpi jauh.
“Kami mohon kepada Bapak Presiden Prabowo dan pemerintah daerah, tolong perhatikan kami juga. Kami hanya ingin hidup dan tinggal dengan layak,” pinta salah satu nelayan Ujung Tanggul.
Ironinya, wilayah ini berada tak jauh dari sebuah perusahaan minyak besar. Sumber energi nasional berdiri gagah di dekat kampung yang bahkan menyalakan lampu saja sulit. Ironi yang begitu terang, meski lampu jalannya padam.
Anak Tiri yang Tetap Melaut
Meski kecewa, para nelayan Labuhan Ratu tak berhenti bekerja.
Setiap pagi mereka tetap menurunkan jaring ke laut, bukan karena optimis, tapi karena tak punya pilihan lain.
Mereka tahu pemerintah sibuk dengan program besar, tapi mereka juga tahu laut tidak menunggu birokrasi.
“Kalau program KNMP datang ke sini, mungkin namanya diganti Kampung Nelayan Merah Putus Harapan.”ujarnya di sela-sela tambatan perahu, terdengar kelakar warga.
Semua tertawa, tapi tawa itu terdengar seperti gelombang yang memantul ke karang, nyaring di luar, tapi nyesek di dalam.
Program Kampung Nelayan Merah Putih seharusnya menjadi simbol pemerataan kesejahteraan bagi komunitas pesisir di seluruh Indonesia. Tapi di Labuhan Ratu, slogan itu terasa seperti bendera yang hanya berkibar di satu arah angin.
Karena di bawah langit yang sama, ada nelayan yang dapat rumah layak dan pelatihan usaha, dan ada pula yang masih merebus air sungai untuk makan malam.
Bukan karena mereka malas, tapi karena peta pembangunan lupa menggambar titik Labuhan Ratu.***