TANJUNGPINANG — Sembari malam melarut, empat pria tampak asyik nongkrong di area parkir tempat bilyar Diamon, Minggu dini hari, 3 Agustus 2025. Bukan sedang menanti giliran main atau pesan kopi sachet, tapi diduga baru selesai ‘berwisata awan’. Sekitar pukul 02.30 WIB, satuan Reserse Narkoba Polresta Tanjungpinang mengakhiri kebebasan instan mereka.
Mereka bukan sekadar warga biasa yang salah arah. Dua di antaranya merupakan oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) yang seyogianya menjadi panutan tapi malah menjadi contoh buruk yang viral. Satu bekerja di Rumah Tahanan Tanjungpinang (berinisial B), yang ironisnya seharusnya menjaga orang agar tidak kabur dari moral dan hukum. Satu lagi berasal dari lingkungan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau (berinisial R). Dua lainnya adalah warga sipil, masing-masing berinisial B dan H.
Kasatres Narkoba Polresta Tanjungpinang, AKP Lajun Siado Rio Sianturi, mengungkapkan bahwa penggerebekan dilakukan berdasarkan laporan masyarakat.
Masyarakat, yang entah bosan atau kecewa, akhirnya kembali menjadi garda terdepan dalam menjaga kewarasan kota.
“Meski tidak ditemukan sabu saat penggerebekan, di lokasi kami dapati bong alat hisap sabu yang biasanya tidak dijual di minimarket,” ujar AKP Lajun.
Tes urine keempatnya pun positif, membuktikan bahwa malam itu bukan sekadar kumpul nostalgia masa SMA.
Menurut pengakuan awal, sabu yang mereka konsumsi datang dari Batam, sebuah kota yang makin sering disebut dalam jaringan distribusi barang haram. Kini, penyidik tengah menelusuri jalur gelap yang memungkinkan sabu itu menyusup hingga ke Tanjungpinang, bahkan ke dalam lingkaran birokrasi.
“Keterlibatan ASN sangat kami sayangkan. Ini mencoreng wajah pemerintah dan melemahkan kepercayaan publik,” ujar AKP Lajun, menahan nada kecewa yang barangkali sudah jadi rutinitas saban minggu.
Ironisnya, salah satu dari mereka berasal dari institusi pemasyarakatan. Seolah tak cukup sibuk membina napi, ia malah memberi contoh buruk dari dalam. Mungkin terlalu larut menyatu dengan lingkungan binaannya, hingga ikut terbina dalam gaya hidup para napi.
Polisi menegaskan bahwa keempatnya akan diproses sesuai hukum, namun juga akan direhabilitasi. Sebab dalam hukum Indonesia, pengguna sabu dianggap sakit, bukan penjahat. Tapi sakit yang dibiarkan lama-lama bisa jadi wabah, apalagi jika menjangkiti pegawai negeri.
“Rehabilitasi bisa dilakukan melalui BNN atau fasilitas swasta. Kami berkomitmen memberantas narkoba tanpa pandang bulu, pangkat, atau instansi,” tegas AKP Lajun.***