TANGGAMUS – Praktik pengondisian dan penyalahgunaan wewenang dalam pengadaan barang di Sekolah Dasar Negeri (SDN) di Kabupaten Tanggamus kembali mencuat.
Seorang oknum Ketua Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) Kabupaten Tanggamus diduga menjadi aktor utama dalam memaksakan pengadaan barang yang membebani sekolah-sekolah dengan harga tinggi.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, oknum K3S berinisial MN itu mengatur distribusi figura foto Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, dan Wakil Bupati Tanggamus dengan harga Rp300 ribu per pasang yang dianggarkan dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Tak hanya itu, sekolah juga diwajibkan oleh oknum K3S tersebut membeli sampul raport siswa dengan harga Rp65 ribu, pembayaran dilakukan dari hasil pungutan ke orang tua siswa.
Sejumlah kepala sekolah yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa mereka terpaksa mengikuti instruksi tersebut karena adanya tekanan dari oknum K3S.
“Kami tidak diberi pilihan. Semua sekolah di bawah K3S wajib membeli barang-barang ini dari satu sumber, yaitu melalui Pak Mursalin,” ujar seorang kepala sekolah berinisial S.
Parahnya, pengeluaran untuk pembelian barang-barang ini dipaksakan masuk dalam Rencana Anggaran Kegiatan Sekolah (ARKAS), sehingga tampak legal di atas kertas dan menghindari temuan auditor.
Namun, kepala sekolah sendiri tidak mengetahui sumber barang-barang tersebut maupun keuntungan yang diperoleh oknum K3S dari praktik ini.
Praktik pengondisian dan monopoli dalam pengadaan barang di sekolah-sekolah bukan hal baru di Kabupaten Tanggamus.
Sebelumnya, kasus serupa terjadi dalam pengadaan meubelair sekolah, yang berujung pada penangkapan beberapa pejabat karena korupsi dana BOS Afirmasi dan Kinerja.
Pada Januari 2024, Kejaksaan Tinggi Lampung menahan empat tersangka yang terlibat dalam kasus penyalahgunaan dana BOS di Tanggamus, dengan total kerugian negara mencapai lebih dari Rp600 juta.
Namun, alih-alih menjadi pelajaran, dugaan praktik serupa kini kembali terjadi dengan skema yang lebih rapi dan terselubung.
Dugaan keterlibatan K3S dalam monopoli pengadaan barang ini harus segera diselidiki. Dinas Pendidikan Kabupaten Tanggamus dan aparat penegak hukum didesak untuk turun tangan dan mengusut kasus ini hingga tuntas.
Jika terbukti ada unsur penyalahgunaan jabatan dan pemaksaan terhadap kepala sekolah, tindakan tegas harus segera diambil.
Masyarakat berharap dana BOS dikelola secara transparan dan digunakan untuk kepentingan sekolah, bukan untuk memperkaya segelintir pihak.
Kasus ini menjadi alarm bagi dunia pendidikan di Tanggamus, jika praktik korupsi semacam ini terus dibiarkan, maka yang menjadi korban adalah siswa dan masa depan pendidikan di daerah tersebut.
Apakah aparat penegak hukum akan bertindak, atau praktik semacam ini akan terus berlangsung tanpa ada yang berani menghentikannya?.***