Scroll untuk baca artikel
Opini

Orasi Aidit dan Koruptor

×

Orasi Aidit dan Koruptor

Sebarkan artikel ini
ilustrasi salah satu kekejaman PKI, foto net

“Pertama, rasa dendam saya terhadap orang-orang PKI Madiun 1948. Saya hampir mati dibantai mereka. Kedua, hati nurani saya mengatakan, jika Aidit ini saya tawan dan saya serahkan hidup-hidup, nanti sudah pasti ia akan bebas. Kalau bebas, perjalanan sejarah akan menjadi lain. Saya melihat mati hidupnya Aidit berkaitan erat dengan persoalan sejarah bangsa Indonesia. Menurut saya lebih baik Aidit dihukum mati lebih dahulu. Kalau saya nanti dianggap salah, saya bersedia mati untuk itu, yang penting sejarah bangsa ini tertolong”.

Begitu lanjut Yasir memaparkan peristiwanya. Memberi alasan kenapa ia mengeksekusi Aidit.

GESER UNTUK BACA BERITA
banner 600x415
GESER UNTUK BACA BERITA

Apakah benar ia menginstruksikan pasukannya membunuh Aidit. Atau ia melidungi anak buahnya yang berebut mengeksekusi Aidit. Tidak tertulis dalam catatan itu. Ia melapor kepada Pak Harto dan mengaku bertanggung jawab.

BACA JUGA :  Perubahan, Sistem atau Person?

“Tidak !. Saya yang akan mempertanggungjawabkannya”.

Begitu jawaban tegas dari Pak Harto. Ia yang memerintahkan pasukan Yasir menumpas PKI di Jateng. Ia dengan kesatria mengambil alih tanggung jawab. Yasir dilindungi dari beban tanggung jawab.

“Saya berhutang nyawa sama Pak Harto”. Tulis Yasir lagi.

Apa kaitan kisah ini dengan koruptor?. Ialah kekepercayaan diri pelaku kejahatan mengingkari kejahatannya.

Petualangan Aidit menyebabkan pimpinan TNI AD terbunuh. Ia justru berorasi di hadapan tentara yang batinnya terluka. Oleh terbantainya pimpinan puncak TNI AD.

Dengan tanpa beban, tanpa rasa bersalah. Mengilustrasikan dirinya sebagai pahlawan. Tentu memancing emosi satuan-satuan tentara itu.

Kini koruptor juga melakukan hal yang sama. Momentum pendek berbicara dihadapan media dimanfaatkan “orasi singkat”. Membuat framming dirinya dikriminalisasi, teraniaya. Menggambarkan diri layaknya Diponegoro ditangkap kompeni Belanda. Pahlawan bangsa.

BACA JUGA :  LPG 3 Kg: Veto Presiden, Manajemen Transisi dan Instrumen Ekonomi Pancasila

Publik dibuat iba. Atau di- framming untuk iba. Oleh kejahatan penegak hukum melakukan kriminalisasi terhadap dirinya. Kinerja aparat hukum bertahun-tahun menjadi diragukan.

Mungkin jika Aidit berada di jaman medsos, orasinya akan viral. Ia diragukan sebagai otak persekongkolan jahat 1 Oktober 1965.

Tanpa magis orasinya saja, para pendukung dan simpatisannya mampu menggiring sebagian elemen bangsa percaya. Jika Aidit bukan tokoh jahat. Bukan aktor utama 1 Oktober 1965.

Kini diperlukan sosok-sosok tegas dan berani seperti Sarwo Edhie, Yasir Hadibroto, Soeharto. Di medan penegakan hukum.

Tanpa pandang bulu “mengeksekusi” para koruptor. Melalui ketegasan dan keberanian penegakan hukum. Menyelamatkan rakyat dan bangsa.

• ARS – Jakarta (rohmanfth@gmail.com)