KOTA BEKASI – Aroma tak sedap dari sektor retribusi parkir Kota Bekasi kian menyengat. Ketua Komisi III DPRD Kota Bekasi, Arif Rahman Hakim, secara terang-terangan menyoroti dugaan kebocoran yang menyeret oknum Dinas Perhubungan (Dishub) setelah investigasi Forum Perjuangan Rakyat (Forpera) Bekasi Raya mengupas praktik setoran di lapangan yang jauh dari aturan resmi.
Modusnya sederhana, tetapi “rapi” tarif resmi Rp3.000, setoran ke oknum Dishub Rp2.000, dan pungutan ke pengguna parkir bisa tembus Rp5.000. Selisihnya entah mendarat di mana. Salah satu titik rawannya yang sudah lama jadi buah bibir warga ada di depan RSUD dan kawasan Alun-alun Kota Bekasi.
Arif menyebut kasus ini bukan sekadar persoalan recehan parkir. Ini soal sistem yang macet, target PAD yang seret, dan pola setoran yang seolah dibiarkan berjalan dengan pakem “yang penting setor, bukan yang penting benar”.
“Pendapatan parkir hampir sebulan menuju akhir tahun tapi belum 100 persen. Ada sistem yang tidak jalan,” tegas Arif, sebagaimana dilansir wawai news dari suara karya, Minggu (16/11/2025).
Menurutnya, lingkaran setoran di lapangan tidak hanya melibatkan jukir, tetapi juga ormas dan karang taruna yang ironisnya sering bertugas tanpa gaji tetap. Beban setoran tetap, tapi hujan-panas yang turun di lapangan ya jukir juga yang menanggung.
“Pembagiannya bisa tiga sampai empat pihak. Ini potensi pendapatan nyata di lingkungan, tapi gaib di laporan,” ujarnya.
Tak berhenti di situ. Arif menyebut ada temuan lain: sebagian pendapatan jukir disetorkan ke masjid. Niat baik tetaplah baik, namun ia menegaskan bahwa potensi pendapatan parkir yang diperkirakan bisa mencapai Rp5.000 per kendaraan harusnya tercatat, bukan terselip di celah-celah.
“Kalau potensinya besar, ya retribusinya harus kelihatan. Kalau pendapatan tinggi tapi PAD kecil, itu wajib dipertanyakan,” tandasnya.
Komisi III mendorong uji petik menyeluruh untuk mengetahui nominal riil yang wajar. Transparansi alur setoran dari tangan jukir hingga Dishub juga menjadi fokus utama.
“Kita akan cek parkir di RSUD. Berapa setoran, berapa hasil uji petik. Semua harus terlihat,” kata Arif.
Ia mengingatkan: Dishub sudah digaji negara. Tidak ada alasan untuk ikut mengunyah pendapatan jukir atau mengambil porsi PAD yang seharusnya masuk ke kas daerah.
“Ini hak masyarakat yang harus kembali ke pemerintah, bukan ke individu,” tegasnya.
Komisi III berencana memanggil Dishub untuk meminta klarifikasi atas dugaan kebocoran ini. Perhitungan setoran resmi versus pendapatan riil lapangan akan menjadi agenda utama.
“Berapa setoran parkir di depan RSUD? Berapa pendapatan sebenarnya? Itu yang akan kami buka,” pungkas Arif.***











