LAMPUNG TIMUR — Dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Desa Sriminosari, Kecamatan Labuhan Maringgai, mendadak tiarap. Dikabarkan tiga hari anak-anak penerima program gizi dari pemerintah itu berangkat sekolah tanpa sarapan.
Bukan karena kehabisan bahan baku, tapi kabarnya karena bumbu dapur berubah jadi bumbu gosip. Dapur yang informasinya dikelola oleh tim MBG milik AF, anggota DPRD Lampung Timur dari Partai NasDem, sebelumnya sempat terseret pusaran drama asmara.
Istri sang legislator dikabarkan melabrak UL, aparatur desa Sriminosari, pada 24 September lalu. Api cemburu pun menyambar, dan entah bagaimana, api itu ikut membakar semangat para pengelola dapur hingga kompor pun padam.
“Biasanya pagi-pagi sudah antar makanannya untuk sarapan anak-anak. Sudah tiga hari ini berhenti. Katanya ada kendala dari pihak pengelola,” ujar seorang guru SDN di wilayah jangkauan dapur tersebut, Jumat (3/10/2025).
Meski disebut karena “kendala teknis”, publik sulit menelan mentah-mentah alasan itu. Informasi di lapangan menyebutkan, arahan dari pusat melarang SPPG menggunakan dana talangan dari mitra. Maka, tanpa dana dan mungkin tanpa suasana hati yang tenang, kegiatan dapur pun dihentikan sementara.
“Dapur saat ini berhenti beroperasional. Ada terkendala teknis dari pusat dan sedang diproses,” tulis Ahmad Fikri, SPPI SPPG Sriminosari dalam keterangannya yang lebih terdengar seperti template penjelasan darurat.
Sementara itu, Bupati Lampung Timur Ela Siti Nuryamah angkat bicara. Ia menegaskan, semua dapur MBG harus terbuka, bukan hanya soal menu tapi juga soal masalah.
“Semuanya harus transparan dan jangan ada yang ditutup-tutupi, saya tegaskan tidak boleh,” ujar Ela, mengingatkan bahwa kasus keracunan beberapa waktu lalu seharusnya jadi pelajaran, bukan jadi bumbu tambahan drama.
Kini publik bertanya-tanya:
Apakah program gizi gratis ini benar-benar tersandung “kendala teknis”—atau justru kendala emosional di dapur yang salah urus? Yang pasti, anak-anak sekolah kembali menunggu sarapan bergizi, sementara para pengelola masih sibuk menata hati yang terluka.***