Oleh: Abdul Rohman
WAWAINEWS.ID – Gelaran karpet merah Nasdem untuk capres terpilih Prabowo Subianto memicu “mati gaya politik” kaum oposisi.
Sekaligus pertanda kuat KIM (Koalisi Indonesia Maju) bertambah kekuatan melebihi ambang 50%. Berubah cepat kekuatannya di atas angin.
Langkah politik Surya Paloh bisa dibaca ketika Quick Count diumumkan 14 Februari 2024. Tidak penting inisiatif siapa.
Pertemuan dengan Presiden Jokowi sesaat usai pemilu, kini menjadi terkuak lebih jelas motif utamanya. Kala itu Surya Paloh mengajak menghargai proses dan menunggu keputusan KPU.
Tanggal 12 April 2024, KPU mengumumkan hasil pemilu. Hasilnya tidak jauh dengan Quick Count. Sebagai demokrat, Surya Paloh menghormati Keputusan KPU.
Ia memberi ucapan selamat kepada pemenang. Tidak berselang lama, Nasdem menggelar karpet merah untuk Capres terpilih Prabowo Subianto.
Peta politik berubah drastis. Komposisi koalisi pemerintah mencapai 60%. Menyisakan 40% ketidakpastian. Apakah akan menjadi oposisi atau setidaknya sebagian ikut koalisi dengan pemerintah.
Koalisi Indonesia Maju (Gerindra, Golkar, PAN, Demokrat) plus Nasdem memperoleh 349 (60%) kursi di parlemen. Menyisakan PDIP-PKB-PKS dengan total perolehan kursi mencapai 231 (40%) kursi parlemen. Secepat itu pula aura “kemarahan politik” kekalahan pilpres menjadi mereda.
Surya Paloh berjasa besar dalam mengurai potensi benturan antar pendukung kadindat. Jika potensi chaos tidak dihentikan, bukan hanya merugikan. Segenap bangsa akan dirundung kelelahan. Energi terkuras untuk sesuatu yang tidak perlu.
Ibarat magma gunung berapi siap meletus, Surya Paloh membuat saluran lelehan lava pijarnya untuk tidak terjadi ledakan besar. “Politik itu relatif. Tidak kaku. Semua bisa dikompromikan”. Mungkin cara pandang itu menjadi pijakan. “Kegenitan politik” kaum opisisi untuk membangun benturan pasca kekalahan, dihentikan dengan elegan oleh Surya Paloh.
Penggunaan Hak Angket sebagai “Palu Godam Politik” bargaining kaum oposisi dengan koalisi pemerintah menjadi mentah. Hambar. Tidak memiliki daya tekan membahayakan terhadap koalisi pemerintah.
Upaya korektif kecurangan pemilu hanya memiliki satu jalan. Perdebatan dalam ruang sempit di forum MK. Semua pihak harus menerima apapun hasilnya. Itulah satu-satunya instrumen perjuangan keadilan. Bagi pihak yang merasa dirugikan dalam pemilu 2024.
Ganjar dalam suatu statemen enggan masuk kabinet. “Untuk menghargai pemenang”, katanya, Sementara Anis Baswedan mengajak menunggu hasil MK.
Usai kalah pemilu, Ganjar-Mahfud, maupun Anis Baswedan tidak memiliki “legal standing” untuk bargaining politik. Pendulum kendali inisiatif kembali pada parpol pengusungnya masing-masing.
Akan elegan jika PDIP-PKB-PKS menjadi oposisi. Menjalankan fungsi check and balances bagi jalannya pemerintahan.
Oposisi akan menjadi jalan mulia untuk menghindarkan bangsa dari tengara Lord Acton. Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely.
Bagaimana dengan PKB?. Bukankah tradisinya berada dalam lingkaran kekuasaan?
PKB merupakan salah satu “sampan politik” warga NU. Jika represantasi NU sudah memiliki wakilnya di kabinet, tidak salah “PKB Muhaimin” belajar menjadi oposisi?
ARS (rohmanfth@gmail.com), 26-03-2024