KOTA BEKASI — Pedagang kaki lima di lingkungan areal Kemang View Apartemen (KVA) di Pekayon, Bekasi Selatan, Kota Bekasi, akhirnya resmi di laporkan polisi oleh warga penghuni apartemen. Laporan tersebut bukan karena rebutan pelanggan, tapi karena rebutan lahan alias pedagang nekat berjualan meski tanpa izin.
Ketua P3SRS KVA, Hitler P. Situmorang ya, namanya memang mirip tokoh sejarah yang bikin dunia berantakan mengkonfirmasi jika telah melaporkan sejumlah pedagang yang diduga nekat berjualan di atas lahan milik warga KVA tanpa izin.
Laporan itu teregistrasi di Polres Metro Bekasi Kota pada 7 Oktober 2025, lengkap dengan pasal yang tidak main-main: Pasal 167 KUHP tentang memasuki pekarangan orang lain tanpa izin.
Menurut Hitler (yang satu ini, tentu bukan diktator), semua cara damai sudah dicoba. Mulai dari pendekatan persuasif, tiga kali surat cinta alias somasi, sampai imbauan halus agar pedagang pindah ke tempat resmi. Tapi, para pedagang ogah minggat.
“Sudah tiga kali kami kirim surat agar mereka keluar dari lahan warga KVA. Karena tidak diindahkan, akhirnya kami buat laporan ke polisi,” ujar Hitler, dengan nada campuran antara lelah dan tegas, Rabu (8/10/2025).
Sebagai langkah pencegahan, pihak pengelola pun melakukan “gerakan pagar suci”, alias memagari lahan dan memasang spanduk besar bertuliskan bahwa tanah itu adalah milik warga KVA, bukan untuk jualan cilok atau gorengan.
Hitler menegaskan, tanah itu sudah berstatus Hak Guna Bangunan (HGB) resmi, bukan tanah kosong yang bisa seenaknya dijadikan lapak. “Ada yang ngaku-ngaku punya tanah ini, tapi sudah terbukti salah.
Dokumennya jelas, tanah ini milik warga,” katanya, seperti menegaskan kalau ini bukan tanah ‘rebutan cinta segitiga’, tapi urusan hukum yang nyata.
Namun, di balik tegasnya tindakan, pengelola KVA tetap mencoba tampil elegan. Mereka masih membuka peluang damai dengan menawarkan relokasi jualan ke tempat yang lebih pantas — dan tentunya bukan di bawah balkon apartemen.
“Kami paham, pedagang juga korban. Ada yang sudah sempat bayar ke pihak yang ngaku-ngaku pemilik tanah. Tapi hukum tetap jalan, dan solusi sudah kami siapkan,” lanjut Hitler.
Sebagai tindak lanjut, pengelola bahkan berencana membangun Pos Terpadu yang melibatkan TNI, Polri, Satpol PP, dan Dinas Perhubungan.
Fungsinya? Menjaga keamanan lingkungan sekaligus memastikan tidak ada lagi pedagang “nyasar” balik ke tanah terlarang itu.
“Besok kami mulai bangun pos bersama, biar lingkungan aman dan tertib,” tutupnya.***