TANGGAMUS — Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digadang-gadang sebagai langkah mulia untuk mendukung gizi anak sekolah, justru menimbulkan rasa getir di SD Muhammadiyah Dadirejo, Kecamatan Wonosobo. Alih-alih menebar keadilan, program ini malah menimbulkan kecemburuan sosial di antara siswa dan kekecewaan mendalam di kalangan orang tua.
Pasalnya, dalam pelaksanaan MBG di sekolah tersebut, hanya siswa kelas 1 hingga kelas 3 yang mendapatkan jatah makan. Sementara siswa kelas 4 hingga kelas 6 yang notabene juga anak bangsa dan sama-sama berhak menikmati program pemerintah hanya bisa menatap omprengan dari kejauhan.
“Anak-anak kelas atas cuma bisa lihat adik kelasnya makan, padahal mereka juga berhak. Rasanya tidak adil,” keluh salah seorang wali murid dengan nada kesal.
Kekecewaan orang tua semakin memuncak ketika mencoba mencari penjelasan langsung ke pihak sekolah. Namun, bukannya mendapat jawaban, mereka justru dihadapkan pada tembok pembatas bernama MoU.
“Mohon maaf, kalau untuk keperluan media tidak bisa, karena sudah ada MoU. Segala sesuatu yang berkaitan dengan MBG hanya bisa disampaikan ke pihak MBG,” ujar salah satu guru dengan hati-hati seolah program bergizi ini juga mengandung kolesterol birokrasi.
Ironisnya, di sekolah lain di Kecamatan Wonosobo, aturan pembagian MBG justru berbeda lagi. Di SDN 1 Karanganyar, justru siswa kelas 1 yang tidak mendapat jatah, sementara kelas 2 hingga kelas 6 ikut menikmati.
“Kalau begini, apa sebenarnya standar pembagian MBG? Kok bisa di satu sekolah kelas 1–3 yang dapat, di sekolah lain justru 2–6? Seharusnya verifikator turun langsung memastikan keseragaman, bukan asal bagi,” sindir salah satu wali murid di SDN 1 Karanganyar.
Kritik tak berhenti di soal pembagian. Beberapa orang tua juga menyoroti menu yang disajikan dapur penyedia MBG. Alih-alih menggugah selera, hidangan dinilai lebih mirip bekal seadanya daripada makanan penunjang gizi anak sekolah.
“Menu hari ini nasi putih, ayam geprek sambal, tahu-tempe warnanya hitam, sayur oseng labu siam dan jeruk hijau. Anak SD dikasih ayam geprek? Pedas begitu, ya jelas mereka ogah makan,” keluh wali murid lainnya.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak yayasan maupun penanggung jawab dapur MBG belum memberikan klarifikasi. Dugaan sementara, keterbatasan stok makanan menjadi alasan klasik di balik pengurangan jatah makan meski alasan itu terasa hambar didengar.
Program Makan Bergizi Gratis sejatinya dirancang untuk menumbuhkan generasi sehat dan cerdas. Namun jika pelaksanaannya justru menumbuhkan rasa iri dan kecewa, maka mungkin sudah saatnya nama program ini diganti dari Makan Bergizi Gratis menjadi Makan Bergizi Tapi Tidak Semua Dapat. ***













