Scroll untuk baca artikel
Lintas Daerah

Pemakzulan Bupati Pati Kandas di Paripurna: 36 Dewan Setia, 13 Melawan, Rakyat Gigit Jari

×

Pemakzulan Bupati Pati Kandas di Paripurna: 36 Dewan Setia, 13 Melawan, Rakyat Gigit Jari

Sebarkan artikel ini
Bupati Pati, Sudewo S.T., M.T

PATI — Harapan sebagian warga Kabupaten Pati untuk melihat Bupati Sadewo dilengserkan dari jabatannya akhirnya pupus di ruang paripurna DPRD Pati, Jumat (31/10/2025) malam.

Dari total 49 anggota dewan, hanya 13 orang yang berani menyatakan “setuju” untuk memakzulkan, sementara 36 lainnya memilih bersandar di sisi aman menolak pemakzulan dan menyarankan Bupati cukup diberi “peringatan lembut”.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Sidang paripurna yang digadang bakal menjadi “hari besar politik Pati” itu justru berakhir seperti drama panjang tanpa klimaks. Mikrofon panas, wajah tegang, tapi keputusan tetap dingin: Bupati Sadewo selamat.

Mayoritas Fraksi Angkat Tangan: “Bukan Makzulkan, Cukup Dinasihati”

Berdasarkan hasil rekapitulasi, hanya Fraksi PDI Perjuangan yang seluruh anggotanya kompak menekan tombol “setuju” dalam voting pemakzulan.

Fraksi-fraksi lain mulai dari Golkar, Gerindra, PKB, PAN, hingga Demokrat — memilih jalur damai: tidak ikut menggulingkan, tapi meminta Bupati “lebih berhati-hati mengambil kebijakan ke depan.”

Ketua DPRD Pati, Ali Badrudin, dengan nada diplomatis mengumumkan hasil rapat paripurna:

“Dengan demikian, rapat paripurna DPRD Kabupaten Pati pada hari ini telah menetapkan keputusan berupa rekomendasi perbaikan kinerja Bupati Pati ke depannya,” ujarnya, menutup palu dengan bunyi yang terdengar lebih seperti kompromi ketimbang keputusan.

Ali pun menambahkan, bahwa hanya Fraksi PDI Perjuangan yang menilai Bupati Sadewo layak dimakzulkan berdasarkan temuan Panitia Khusus (Pansus) yang sebelumnya menyelidiki dugaan pelanggaran kebijakan daerah.

Namun hasil voting menunjukkan satu hal yang lebih kuat dari data Pansus: solidaritas politik.

Dua Bulan Panas, Lima Menit Dingin

Sidang pemakzulan ini merupakan ujung dari dua bulan pembahasan panas di DPRD Pati. Rapat-rapat Pansus berlangsung hingga larut malam, penuh debat, data silang, dan desas-desus yang tak kalah ramai di warung kopi sekitar alun-alun. Namun malam itu, seluruh energi politik itu seolah menguap begitu palu diketuk.

“Mohon maaf kepada seluruh masyarakat Kabupaten Pati, itulah hasil akhir dari proses pembahasan selama dua bulan terakhir,” kata Ali, seolah menyampaikan pesan pamungkas dari drama yang penontonnya sudah tahu ending-nya sejak babak pertama.

Bagi sebagian warga, hasil sidang ini terasa seperti menonton sinetron tanpa plot twist. Banyak yang berharap paripurna akan menghadirkan akuntabilitas, tapi yang muncul justru kompromi.
Meski begitu, keputusan DPRD tetap sah secara hukum meski mungkin belum sah secara rasa.

Bupati Sadewo kini bisa bernapas lega, setidaknya hingga rapat paripurna berikutnya. Sementara warga Pati kembali ke rutinitas, sambil bergumam, “Ternyata di politik, yang dimakzulkan duluan itu harapan.”

Fenomena ini menunjukkan satu hal klasik dalam politik daerah: tak semua perbedaan diselesaikan dengan keputusan, sebagian cukup dengan kesepahaman. Dalam konteks Pati, makzulan bisa berubah jadi musyawarah, dan kritik bisa berakhir dengan tepukan di bahu.

Namun, bagi publik yang menuntut transparansi dan tanggung jawab, keputusan “setengah matang” ini mungkin sulit dicerna. Rakyat ingin perubahan, tapi dewan memilih perbaikan. Rakyat bicara evaluasi, dewan bicara harmoni.

Dan di tengah semua itu, satu pelajaran tersisa. Di panggung politik lokal, yang kalah bukan selalu yang salah kadang hanya yang kurang banyak temannya.***