KOTA BANDUNG – Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat menegaskan komitmennya menjaga keberlanjutan program Citarum Harum, meski kucuran anggaran dari pusat mulai mengalami efisiensi pasca terbitnya Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025.
Sekretaris Daerah Provinsi Jabar, Herman Suryatman, menegaskan bahwa transformasi program ini tak boleh berhenti di level satgas saja, tetapi harus berakar ke masyarakat.
“Bagi kami, Citarum Harum bukan sekadar proyek, tapi kebutuhan. Edukasi masyarakat menjadi kunci, satgas hanya penggerak, sementara keberhasilan sejati ada di partisipasi publik,” kata Herman saat bertemu Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI di Gedung Sate, Selasa (23/9/2025).
Meski alokasi lintas kementerian dipangkas, Pemprov Jabar tetap menyisihkan Rp3 miliar untuk menopang operasional Satgas Citarum Harum. Angka ini memang jauh dari cukup jika dibandingkan skala persoalan Citarum, tapi dianggap penting sebagai simbol konsistensi.
Ketua BAM DPR RI, Ahmad Heryawan, menilai program Citarum Harum tak boleh mandek hanya karena alasan efisiensi anggaran. Menurutnya, Satgas harus diperkuat kelembagaannya agar punya otoritas lebih tegas, terutama dalam mengakses kementerian dan lembaga terkait.
“Satgas perlu diperkuat kelembagaannya. Indikator capaian juga harus jelas. Kalau sekarang kualitas air Citarum baru cemar ringan, ke depan harus bisa naik ke level 60 bahkan 70,” ujar Ahmad, yang juga pernah menjabat Gubernur Jabar periode 2008–2018.
Ahmad menyoroti masalah klasik yang tak pernah tuntas: sampah rumah tangga, limbah industri, dan keramba jaring apung di waduk yang jumlahnya sudah kelewat kapasitas.
Ia menilai pembangunan Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Legok Nangka menjadi salah satu solusi strategis untuk mengurai beban persampahan di Bandung Raya.
Meski komitmen terus digaungkan, realitas di lapangan menunjukkan pekerjaan rumah Citarum masih segunung. Rp3 miliar anggaran provinsi jelas bukan obat mujarab untuk menyembuhkan sungai yang pernah dicap sebagai salah satu tercemar di dunia.
Kini, pertanyaannya: apakah program Citarum Harum benar-benar bisa “harum” dengan modal edukasi masyarakat dan satgas yang butuh “taring” lebih kuat? Atau jangan-jangan, sungai tetap berbau sementara anggarannya yang justru menguap?.***