PESAWARAN – Ratusan warga Desa Baturaja, Kecamatan Punduh Pidada, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung, harus menelan kenyataan pahit dalam distribusi bantuan sosial (bansos) beras dari Bulog.
Alih-alih menerima 20 kg untuk bantuan dua bulan sebagaimana hak mereka, setiap kepala keluarga hanya menerima separuhnya 10 kg saja alias 1 sak.
Alasannya? Pemerintah desa menyebutnya sebagai bentuk “pemerataan.” Namun, warga menyebutnya lain. Ironi ini terjadi saat penyaluran bansos pada Rabu, 30 Juli 2025, di Kantor Desa Baturaja.
“Ini bukan pemerataan, tapi pemiskinan berkedok bansos!” tegas seorang warga yang memilih tak disebut namanya sebagaimana dilansir Wawai News, Sabtu, 2 Agustus 2025.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa bantuan yang seharusnya menopang hidup masyarakat miskin justru berubah menjadi sumber keresahan. Bukannya memberi harapan, bansos malah menebar kebingungan dan ketidakpastian.
Dalam konfirmasi kepada sejumlah Keluarga Penerima Manfaat (KPM), dalih “pemerataan” menjadi tameng utama pemangkasan hak. Padahal, tidak pernah ada sosialisasi sebelumnya. Tidak ada musyawarah. Tidak ada transparansi. Yang ada hanyalah keputusan sepihak yang mengorbankan perut rakyat demi dalih administratif.
Seorang ibu tiga anak hanya bisa mengelus dada ketika mendapati beras 10 kg harus dibagi untuk lima mulut.
“Kalau begini, bansos malah jadi beban psikologis. Kami merasa dipermainkan,” lirihnya.
Warga mendesak pemerintah desa menyalurkan sisa 10 kg yang menjadi hak mereka. Sebab dalam kamus rakyat kecil, beras bukan sekadar bahan pangan, tapi simbol keadilan yang (lagi-lagi) digadaikan.
“Kami butuh kepastian, bukan janji. Jangan jadikan rakyat kecil korban ketidakjelasan aturan,” ujar perwakilan KPM.