BEKASI – Ironis, ditengah tata kelola pasar Jatiasih dengan segala carut-marut yang terjadi, tapi Pemerintah Kota Bekasi, telah memberikan hak pengelolaan penuh. Hal itu pun membuat pertanyaan banyak pihak.
Kekinian muncul adanya puluhan kios ilegal yang dibangun oleh pengelola diluar perjanjian kerja sama (PKS) dengan pemerintah, Hal itu menambah catatan ‘merah’ PT MSA yang belum menunaikan kewajiban seperti pembayaran retribusi yang jumlahnya mencapai miliaran.
Lembaga Investigasi Anggaran Publik (LINAP) mempertanyakan komitmen Pemko Bekasi melalui Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagprin) atas pemberian pengelolaan Pasar Jatiasih tersebut.
“Indikasi adanya kongkalikong dalam pemberian pengelolaan kepada PT MSA tentu saja hal wajar. Banyak kejanggalan dalam penyerahan pengelolaan Pasar Jatiasih ke pihak ketiga tersebut,”ungkap Baskoro Ketua Umum LSM LINAP kepada Wawai News, Sabtu 22 Juni 2024.
Dikatakan salah satu jadi pertanyaan terkait perjanjian kerja sama (PKS) pembangunan 800 kios. Tapi kenyataannya di lokasi ada penambahan puluhan kios, katanya tanpa sepengetahuan Pemerintah Kota Bekasi.
Tak sampai disitu, setelah keberadaan kios ilegal mendapat sorotan publik, pihak PT MSA mulai kasak kusuk untuk melakukan adendum.
Menurut Baskoro, bisa munculnya puluhan kios ilegal di Pasar Jatiasih, bentuk lemahnya pengawasan pemerintah Kota Bekasi melalui Disdagprin seperti UPTD Pasar yang pura-pura tidak mengetahuinya meskipun keberadaannya menempel di lokasi pasar dulunya.
Sekarang, harapannya ada tindakan tegas kepada PT MSA oleh pemerintah Kota Bekasi, terkait perbuatan nakalnya membangun puluhan kios tersebut.
“Pembangunan puluhan kios dan ada yang sudah terjual, itu jelas aktivitas ilegal dan menyalahi. Harus ada tindakan tegas kepada pengembang, tidak seenaknya saja melakukan adendum setelah ketahuan ke publik,”tegas Baskoro.
Baskoro pun kembali menuding, carut-marutnya pengelolaan Pasar Jatiasih akibat adanya pembiaran dari pemerintah daerah melalui instansi terkait dan juga mandulnya pengawasan dewan perwakilan rakyat daerah.
“LINAP tegas meminta tolak pengajuan adendum. Ini gimana adendum setelah ada transaksi, sudah berapa kios ilegal dibangun dengan cara mengendap-endap itu terjual, seharusnya ga begitu adendum dulu baru bangun dan jual. Tidak seperti sekarang,”ujar Baskoro menyebut jelas dalam kontrak hanya 800 kios, jadi jika lebih itu perbuatan melawan hukum.
Baskoro pun mengaku kasihan dengan pedagang yang telah membeli kios ilegal tersebut, karena tanpa ada kepastian terkait kepemilikannya.
Sementara itu, salah satu pemili kios di Pasar Jatiasih, mengaku suasana di pasar setiap hari sepi pengunjung. Menurutnya pemerintah telah memberikan kepada pengelola yang salah, yang tidak memiliki kapabilitas dalam mengelola pasar dan tidak transparan.
“Sekarang, pedagang apatis kepada pemerintah semua tuntutan tidak ada tanggapan. Sekarang kondisi pasar sepi, pedagang pernah meminta turunkan tarif listrik, tapi ga turun juga,”tukas dia.
Ia pun membenarkan ada pembangunan puluhan kios diluar PKS, hal itu sudah dari dulu dilaporkan ke Pemerintah Kota Bekasi baik secara lisan mau pun tulisan. Tapi tidak digubris, herannya setelah ramai disorot baru sibuk.
“Kios ilegal itu sudah terjual, tapi saya ga tahu jumlah pastinya, hanya harganya satu kios rata-rata dijual diatas Rp100 jutaan bahkan hingga Rp200 juta. Bayangkan saja berapa uang yang masuk, tidak ke pemerintah itu,”jelasnya menuding pemerintah hanya diam dengan adanya praktek ilegal di Pasar Jatiasih.
Dia pun mengatakan sampai sekarang banyak pedagang tidak memiliki HPTD karena disuruh membayar,”Kami apatis dengan pemerintah semua hal yang salah terjadi di pasar Jatiasih ini di laporkan kok, tapi pemerintah hanya menyampaikan ga boleh, tanpa ada action,”imbuhnya.
“Kondisi pasar sepi, pedagang setiap hari ditarik Rp10 ribu, pedagang yang ada sekarang sekitar 350 lebih. Kami selalu memberi kontribusi kepada pemerintah, tapi ga ada respon balik dari pemerintah kepada pedagang,”tegasnya.***