LAMPUNG TIMUR – Tamrin, salah seornag penghuni rumah tahanan (Rutan) Kelas IIB Sukadana, Lampung Timur, dilarikan ke rumah sakit umum setempat karena mengalami luka tusukan senjata tajam diduga dilakukan sesama tahanan.
Kejadian tersebut berlangsung pada Jumat 4 Oktober 2024. Hal itu pun mengundang reaksi dari keluarga korban terkait keamanan di dalam rutan terutama mengenai keberadaan senjata tajam bisa masuk ke dalam rutan.
Hairul, keluarga korban, mempertanyakan sistem pengamanan Rutan Kelas IIB Sukadana, Lampung Timur, terkait senjata tajam masuk di dalam rutan sehingga keluarganya bisa mendapat luka tusukan dengan Sajam.
“Ini adalah kelalaian dalam pengamanan, jika senjata tajam saja bisa masuk ke dalam rutan, apa lagi barang lainnya,”ujarnya menduga.
Dia menegaskan bahwa insiden ini menunjukkan adanya pelanggaran terhadap standar prosedur yang seharusnya dijalankan dengan ketat.
“Kami berharap pihak kepolisian serta Kemenkumham segera melakukan penyelidikan mendalam,”tambahnya sebagaimana dilansir Wawai News, Sabtu 5 Oktober 2024.
Wartawan mencoba mencari informasi terkait kejadian penusukan senjata tajam ke penghuni Rutan Kelas II B Sukadan, Kepala Pengamanan Rutan (KPR) Kelas IIB Sukadana, Mario Filie, melarang para jurnalis untuk meliput kejadian tersebut.
Kepala pengamanan tersebut, beralasan bahwa wartawan yang meliput dianggap tidak profesional.
Salah seorang wartawan online mengeluhkan kebijakan yang mewajibkan mereka untuk meninggalkan handphone di luar area wawancara.
“Larangan membawa handphone ke dalam rutan bagi kami merupakan penghambat tugas jurnalis,” keluhnya.
Para jurnalis juga diharuskan mencatat informasi secara manual menggunakan kertas, sebuah prosedur yang dianggap tidak sesuai dengan perkembangan teknologi saat ini.
“Kami disuruh menulis di atas kertas untuk mencatat hasil wawancara. Kami merasa kembali ke zaman dahulu,” ujarnya.
Protes pun muncul dari kalangan jurnalis yang bertugas di Lampung Timur. Mereka berencana mengajukan keluhan resmi kepada pihak Kementerian Hukum dan HAM, mengingat pentingnya penggunaan teknologi dalam menjalankan tugas jurnalistik di era digital.
Kejadian ini mencerminkan bukan hanya masalah serius dalam pengawasan keamanan di dalam rutan, tetapi juga tantangan kebebasan pers dalam meliput berita secara profesional. Para wartawan berharap pihak berwenang segera melakukan perbaikan terkait kebijakan ini untuk kepentingan publik.
“Menghalangi wartawan untuk memanfaatkan teknologi dalam peliputan sungguh ‘terlalu’. Kami mohon agar kebijakan ini ditinjau kembali,” pungkasnya.***