Nasional

Penyesuaian Penerapan PKB, BBNKB, dan Opsen Pajak Mulai Berlaku, Simak Penjelasan Mendagri

×

Penyesuaian Penerapan PKB, BBNKB, dan Opsen Pajak Mulai Berlaku, Simak Penjelasan Mendagri

Sebarkan artikel ini
Mendagri Tito Karnavian saat melakukan kunjungan kerja di Provinsi Lampung, Kamis (6/1/2022)

JAKARTA – Rapat Koordinasi Mitigasi dan Simulasi Penyesuaian Penerapan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), dan Opsen Pajak secara daring melalui sambungan konferensi video dari Kota Bandung, Kamis (19/12/2024).

Rakor dipimpin langsung Menteri Dalam Negeri RI Tito Karnavian di kantor Kemendagri, Jakarta.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Tito menjelaskan, penyesuaian PKB, BBNKB, dan opsen pajak diterapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD).

“Sebagaimana undang-undang tersebut yang efektif akan berlaku tiga tahun setelah diundangkan, dimana diundangkan pada 5 Januari 2022. Artinya, mulai 5 Januari 2025 undang-undang ini diberlakukan,” ucap Tito.

BACA JUGA :  Update, Jumlah Positif Corona Bertambah Menjadi 117 Orang

“Inti undang undang ini, di antaranya menghendaki agar, pertama, ada perubahan tentang pola pembayaran PKB, BBNKB, dan opsen pajak,” tambahnya.

Sesuai dengan Pasal 9 Ayat (9), dasar pengenaan PKB dinyatakan dalam suatu tabel yang ditetapkan dengan ketentuan untuk kendaraan bermotor baru ditetapkan dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri setelah mendapat pertimbangan dari menteri.

Adapun untuk selain kendaraan bermotor baru, ditetapkan dengan peraturan gubernur berdasarkan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri dengan memperhatikan penyusutan nilai jual kendaraan bermotor dan bobot.

Sementara sesuai Pasal 14, dasar pengenaan BBNKB adalah nilai jual kendaraan bermotor yang ditetapkan dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri dan peraturan gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Ayat (9).

BACA JUGA :  Megawati Mendapat Gelar Profesor Kehormatan, Ini Pidato Ilmiahnya

Pada Pasal 96 disebutkan bahwa kepala daerah dapat memberikan keringanan, pengurangan, pembebasan, dan penundaan pembayaran atas pokok dan/atau sanksi pajak dan retribusi.

Pemberian keringanan, pengurangan, pembebasan, dan penundaan pembayaran dilakukan dengan memperhatikan kondisi Wajib Pajak atau Wajib Retribusi dan/atau Objek Pajak atau Objek Retribusi.

Melancarkan distribusi

Tito menyebut, tujuan dari diberlakukan aturan tersebut guna melancarkan distribusi yang dari provinsi ke kabupaten/kota.

Pasalnya, kendaraan-kendaraan yang selama ini membayar pajak dan pembayarannya disentralkan di provinsi tidak cuma melewati jalan provinsi saja, tapi juga melewati jalan kabupaten/kota.

“Kabupaten kota memerlukan biaya pemeliharaan jalan, sumbernya dari pajak kendaraan bermotor. Jadi kalau diberikan langsung akan menguntungkan, mempermudah pemeliharaan,” katanya.

BACA JUGA :  Jusuf Kalla, La Ode Umar dan Politik Identitas

Ia juga mengungkapkan, keuntungan dengan adanya pembagian ini, maka kabupaten kota tidak bersifat pasif mengejar retribusi pajak dari kendaraan bermotor, yang selama ini kalau disentralisasi di provinsi, kabupaten dan kota cenderung bersikap pasif, tidak ikut sosialisasi agar masyarakat membayar pajak.

“Sehingga itu sulit potensi bisa digali. Kalau provinsi sendiri bekerja itu berat, tapi kalau kota dan kabupaten bekerja untuk masyarakat membayar pajak kendaraan bermotor, maka potensi yang tergali bisa lebih, dapat bertambah untuk provinsi maupun kabupaten  kota,” pungkas Tito.***