Scroll untuk baca artikel
Opini

Peradaban Jahiliah

×

Peradaban Jahiliah

Sebarkan artikel ini
Al Qur'an - foto istockphoto
Al Qur'an - foto istockphoto

Catatan Harian Abdul Rohman Sukardi

WAWAINEWS.ID – Jahiliah, peradaban seperti apa. Muslim Indonesia mengenal arti lugasnya melalui pelajaran sekolah. Masa kecil. Ialah “Zaman kebodohan”. Era “peradaban bodoh”.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Era itu kemudian direvisi melalui kedatangan Nabi Muhammad Saw. Begitu penjelasan seputar zaman Jahiliah pada masa kecil.

Jadi apa arti sebenarnya?. Kita bisa melacaknya berdasar informasi dalam Al Qurán. Bisa mengenali dari ciri-cirinya.

Adat istiadat Jahiliah itu bercirikan closed minded (QS, 2:170). Tertutup atau menutup diri dari kehadiran potensi kebenaran. Taqlid buta terhadap kebiasaan/ tradisi. Bukan percaya terhadap sesuatu yang logis.

Taqlid buta itu juga ditekankan pada QS, 5:104, 10:78, 11:62,87,109, 16:35, 21:53, 23:24, 37: 69 & 70, 43:22-23. Oleh karenanya QS, 7:173 merevisi: Taqlid pada tradisi tidak bisa untuk justifikasi pengingkaran terhadap Allah Swt.

Peradaban Jahiliah juga bercirikan tahayul (QS, 2:189). Ayat ini menerangkan fungsi pergantian bulan sebagai penanda waktu. Juga koreksi kebiasaan kaum Ansor masuk rumah dari pintu belakang. Menghindari pintu depan. Ketika usai mengerjakan ihram atau ibadah haji.

BACA JUGA :  Indonesia Tanah Air Siapa?

Perilaku klenik atau tahayul itu dikoreksi. Kebajikan itu bertaqwa kepada Allah. Bukan percaya tahayul. Seperti meghindari masuk melalui pintu tertentu pada waktu-waktu tertentu. Pelarangan tahayul juga dikemukakan QS, 4:119. Begitu pula QS, 5: 103.

Bermusuhan satu sama lain (QS, 3: 103). Memakan riba (QS, 3: 130). Riba ialah nilai tambah dari pihak yang berutang dengan berlipat ganda. Saling bermusuhan dan memakan riba merupakan tradisi Jahiliah.

Tradisi pernikahan tanpa mahar. QS 4:4 menginformasikan perintah untuk menikah denga mahar. QS, 4:19 menekankan pelarangan pernikahan dengan orang tua.

Tradisi Jahiliah, anak tertua atau anggota keluarganya dapat mewarisi janda yang ditinggal wafat ayahnya. Pelarangan itu ditekankan juga QS, 4:22-23.

Eksploitasi anak yatim. Pada adat Arab Jahiliah, seorang wali berkuasa atas perempuan yatim yang dalam asuhannya dan berkuasa atas hartanya. Jika perempuan yatim itu cantik, wali akan menikahi dan menguasai hartanya.

Jika perempuan yatim itu buruk rupanya, wali menghalanginya menikah dengan laki-laki lain agar dia tetap dapat menguasai hartanya.

BACA JUGA :  Yaqut Bukan Yakult

QS, 4:127 ini melarang kebiasaan itu. Juga menekankan untuk mengurus anak yatim secara adil.

Mengundi nasib. Lotre. Kebiasaan Arab Jahiliah melakukannya dengan anak panah/azlam. QS, 5:3 melarangnya.

Demontrasi kemusyrikan juga menjadi tradisi Jahiliyah. Tradisi menyekutukan Allah Swt (QS, 6:136). Dengan menyisihkan panen untuk dipersembahkan sepertiga kepada berhala-berhala. Sepertiga untuk Allah Swt.

Sepertiga dipergunakan sendiri. Ditekankan pula pada QS, 16:56. Menjadikan selain Allah sebagai sesembahan (QS, 36:74, 53:23).

Praktik Jahiliah lainnya adalah pengorbanan anak perempuan (QS, 6:137 & 140, 81:8-9). Malu memiliki anak perempuan (QS, 16:58-59 & 62, 17:31, 43:17).

Membuat kategori sendiri binatang ternak yang boleh dimakan dan dipergunakan. Tidak menyebut asma Allah ketika menyembelih (QS, 6:138-139,143-144, 150-152).

Tradisi Jahiliah juga membenarkan berbohong. Perilaku keji dan keburukan dijustifikasi atau dikemas seolah perintah Allah Swt (QS, 7:28).

Tradisi pola maka yang tidak sehat. Dikoreksi melalui QS 7:31-32 untuk berpakaian yang baik, makan dan minum yang menyehatkan dan tidak berlebihan.

Menjadikan Ka’bah/tempat ibadah sebagi tempat permainan (QS, 8:35). Sebagaimana ditegaskan hadits: “Orang-orang Quraisy mengitari Baitullah dalam keadaan telanjang, bersiul-siul dan bertepuk tangan.” (Riwayat Ibnu Abi Ḥatim dari Ibnu ‘Abbas).

BACA JUGA :  Anies Memang Untuk Indonesia

Mengharamkan yang dihalalkan Allah Swt. (QS, 9:37, 10:59). Mengumbar aurat (QS, 24:31, 33:33). Menganggap sama: anak angkat dan anak kandung (QS, 33:37).

Menzihar istri: menyamakan ibu dengan istri (QS, 58:2). Membuat kerusakan dan memutuskan hubungan kekeluargaan (QS, 47:22). Sombong (QS, 48:26).

Suka mengolok-olok satu sama lain dan memanggil dengan panggilan buruk (QS, 49:11). Bermegah-megahan (QS, 57:20).

Melakukan janji-janji palsu. Maka ketika perempuan tidak melakukan janji palsu, diterima baiatnya (QS, 60:12). Melakukan kecurangan: mengubah takaran/timbangan (QS, 83:1-3).

Memakan harta warisan dengan mencampur antara yang halal dan haram (QS, 89:19).

Itulah gambaran ciri-ciri peradaban jahiliah yang bisa ditelusuri dari Al Qur’an. Tentu perlu diperkaya dengan referensi-referensi pendukung. Baik dari keterangan hadits, mauun penjelasan ulama-ulama otoritatif.

Kita perlu terus refleksi. Seberapa jauh telah meninggalkan peradaban Jahiliah itu. Khususnya dalam perilaku keseharian ummat Islam.

• ARS – Jakarta (rohmanfth@gmail.com)