TANGGAMUS – Setelah mendapat penolakan, akhirnya Pj Bupati Tanggamus Mulyadi Irsan membuka ruang dialog dan siap merivisi terkait pedoman kerja sama publikasi antara media dan pemerintah melalui Peraturan Bupati Tanggamus No 19 Tahun 2024.
Revisi disepakati setelah puluhan wartawan dari perwakilan berbagai organisasi pers di Tanggamus beraudiensi dengan Pemerintah Kabupaten di ruang sekretariat Bupati setempat, pada Selasa 10 Desember 2024.
Pimpinan Tanggamus Aliansi Jurnalis Indonesia (TAJI), Junaidi mengatakan beberapa poin yang disampaikan saat audiensi diantaranya menolak Perbup No 19 Tahun 2024.
“Pertama tentang Perbup, kemudian terkait satu pintu, dan kesimpulannya tadi Pj Bupati meminta jurnalis yang hadir untuk datang kembali hari kamis,” kata Junaidi usai audiensi.
Sementara Pj Bupati Tanggamus, Mulyadi Irsan menegaskan, Perbup No 19 Tahun 2024 disusun sebagai pedoman kerja sama media. Hal itu untuk menjamin akuntabilitas anggaran daerah, namun ia membuka ruang dialog untuk menyempurnakan aturan tersebut.
“Kami siap mengkaji ulang Perbup 19 ini bersama perwakilan media agar lebih sesuai dengan kebutuhan dan tidak memberatkan. Revisi akan dilakukan dalam waktu dekat,” ujar Mulyadi saat audiensi.
Mulyadi menegaskan, terkait sistem pembayaran satu pintu melalui Dinas Kominfo, Pj Bupati menyatakan hal ini dapat dibahas lebih lanjut agar lebih fleksibel dan terkoordinasi.
Selain itu, Kadis Kominfo Suhartono menjelaskan, Perbup 19 tahun 2024, lahir sebagai respon atas temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada tahun anggaran 2022-2023, terkait dasar hukum kerja sama antara Pemkab dan media massa.
“Perbup ini merupakan pedoman resmi, tetapi kami menyadari adanya persyaratan yang mungkin dirasa memberatkan. Mari kita kaji bersama agar aturan ini lebih baik,” kata Suhartono.
Diketahui, dalam audiensi itu, ratusan wartawan dari berbagai lembaga pers di Kabupaten Tanggamus mengajukan beberapa tuntutan, terkait adanya Perbup 19, diantaranya;
- Pembatalan atau Revisi Perbupati Tanggamus Nomor 19 Tahun 2024 karena dianggap tidak berpihak pada wartawan dan bertentangan dengan kebebasan pers yang dijamin UU Pers.
- Penolakan mekanisme berlangganan satu pintu karena kebijakan pembayaran langganan koran atau advertorial melalui satu pintu di Dinas Kominfo dianggap tidak transparan dan tidak melibatkan seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (Satker).
- Penolakan rekanan dan aplikasi e-Katalog Kominfo karena penggunaan aplikasi e-Katalog dan penunjukan rekanan dinilai membatasi akses media untuk berpartisipasi secara adil dalam peliputan kegiatan pemerintah.
- Pengembalian anggaran media di APBD 2025 karena pemangkasan anggaran media sebesar Rp2 miliar di Dinas Kominfo menjadi perhatian serius. Wartawan mendesak agar anggaran ini dikembalikan untuk mendukung keberlanjutan media lokal.
- Penolakan media titipan oknum pejabat, sehingga Wartawan mendesak pemerintah untuk tidak melibatkan media yang diduga merupakan titipan oknum pejabat, demi menjaga profesionalisme dan independensi pemberitaan. ***