KOTA BEKASI — Di tengah kota yang sibuk mengejar proyek besar dan baliho politik, masih ada satu sudut yang membuktikan bahwa kepedulian tidak selalu harus lewat pidato panjang atau seminar bertema “Empati Digital Era 5.0”.
Hari ini, Ketua TP PKK Kota Bekasi Wiwiek Hargono Tri Adhianto bersama Sekretaris TP PKK Wuri Handayani meresmikan rumah baru milik Ibu Isnani, warga Kampung Rawa Roko, Bojong Rawalumbu — yang dulunya nyaris roboh, kini berdiri tegak, sederhana tapi bermartabat.
Kehadiran mereka bukan sekadar formalitas untuk memotong pita dan berfoto dengan spanduk raksasa, melainkan bagian dari program Rumah Tidak Layak Huni (RUTILAHU) yang secara nyata mengubah hidup warga yang selama ini bertahan di tepian ekonomi.
Turut hadir Camat Rawalumbu, Lurah Bojong Rawalumbu, dan perwakilan Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) tiga serangkai pejabat lokal yang kali ini tidak datang hanya untuk tanda tangan absen, tapi benar-benar melihat hasil kerja nyata di lapangan.
Ibu Isnani, seorang ibu tunggal yang membesarkan dua anak dengan usaha warung kecilnya, dulunya harus berjualan di rumah yang lebih mirip museum perjuangan atap bocor, tembok retak, dan pintu yang sudah menyerah dengan engselnya sendiri.
Kini, berkat sinergi antara Pemkot Bekasi dan Yayasan Bersinar, rumah itu berubah total: dari tempat berteduh seadanya menjadi ruang hidup penuh harapan.
“Program ini bukan cuma soal membangun rumah, tapi membangun kembali rasa percaya diri dan masa depan warga,” kata Wiwiek dengan nada lembut tapi penuh penekanan.
Kalimat itu bukan basa-basi: di mata warga, Wiwiek memang lebih sering turun langsung ke lokasi daripada sekadar rapat di ruangan ber-AC.
Wiwiek menegaskan, setiap bantuan yang diberikan punya makna lebih dari sekadar renovasi.
“Setiap batu yang kita pasang, setiap cat yang kita oles, adalah simbol ketulusan dan gotong royong. Kita ingin menunjukkan bahwa kebaikan sekecil apa pun selalu punya efek besar bagi mereka yang sedang berjuang,” ujarnya.
Dan ternyata, bantuan itu tidak berhenti di dinding rumah. Melalui Yayasan Bersinar, Ibu Isnani juga mendapat modal usaha untuk mengembangkan warung sembakonya.
Sebuah langkah kecil yang berarti besar, di tengah dunia usaha yang kadang lebih mudah memberi kredit untuk membeli motor daripada membuka warung.
“Kami berharap Bu Isnani bisa semakin mandiri. Kerja keras beliau ini jadi inspirasi bahwa hidup boleh keras, tapi tekad harus lebih keras lagi,” tambah Wiwiek, disambut anggukan dan tepuk tangan warga yang ikut hadir.
Dalam suasana yang hangat dan sedikit haru, anak pertama Ibu Isnani mewakili keluarga menyampaikan ucapan terima kasih.
“Kami sangat bersyuku, sekarang rumah kami sudah layak, Ibu bisa jualan lagi tanpa takut bocor,” ujarnya sambil tersenyum malu.
Seorang warga di belakang sempat berbisik pelan, “Yang penting listrik jangan sampai mati pas hujan. Rumahnya baru, tapi PLN masih lama move on.”
Semua tertawa tawa yang jujur, yang lahir dari rasa lega setelah bertahun-tahun berjuang sendiri.
Program RUTILAHU di Rawalumbu ini membuktikan satu hal sederhana: pembangunan tidak selalu harus diukur dari gedung tinggi atau jalan tol, tapi dari rumah kecil yang kini bisa membuat satu keluarga tersenyum lepas.
Di tengah politik yang sering sibuk saling klaim prestasi, kisah seperti ini jadi pengingat bahwa pemerintah yang hadir bukan cuma di spanduk, tapi di depan pintu rumah rakyat.
Bekasi mungkin panas, macet, dan penuh baliho, tapi di Kampung Rawa Roko, ada secercah kesejukan rumah baru yang bukan cuma berdiri, tapi juga menghidupkan kembali semangat warga yang dulu hampir patah.
Karena sesungguhnya, rumah yang layak bukan hanya tempat tinggal,
tapi tempat di mana rasa kemanusiaan ikut berteduh.***