TANGGAMUS — Dibawah langit mendung Tanggamus, Supriono melangkah mantap memasuki Polres Tanggamus. Ditemani oleh kuasa hukumnya, Kurnain, S.H., dan rekan, ia membawa sebuah harapan dan segudang cerita yang belum tuntas, pada Jumat 30 Mei 2025 kemarin.
Harapan untuk mendapatkan kembali haknya yang telah menghilang sejak 2018, dan cerita tentang sebidang kebun yang menjadi sumber hidup dan harapannya.
Supriono resmi melaporkan BRI Unit Wonosobo dan seorang pria bernama Angga Bagus Novianto atas dugaan penggelapan Sertifikat Hak Milik (SHM) miliknya. Sertifikat itu, menurut pengakuan Supriono, ia serahkan kepada Angga di tahun 2018 di kantor BRI Unit Wonosobo, dalam sebuah peristiwa yang disaksikan oleh pegawai bernama Reni Puspita.
Pemeriksaan Supriono di Polres berlangsung selama dua setengah jam, dari pukul 14.00 hingga 16.30 WIB. Dalam proses tersebut, ia didampingi kuasa hukum lainnya, Adi Putra Amril Darusamin, S.H., yang mendampingi dengan seksama setiap detail keterangan yang diberikan kliennya.
“Alhamdulillah, pemeriksaan berjalan lancar. Supriono mampu menjelaskan kronologi kasus dengan baik,” ujar Adi Putra Amril kepada wartawan usai pemeriksaan.
Supriono mengaku telah mencoba meminta kembali SHM miliknya pada tahun 2023 melalui pesan yang disampaikan ke Angga Bagus Novianto lewat Reni Puspita. Namun, tak ada tanggapan. SHM itu seperti lenyap di antara kepentingan dan birokrasi yang saling melempar tanggung jawab.
Satu hal yang mengejutkan, kata Adi, adalah saat pada 27 Mei 2025, Angga datang ke Polres Tanggamus dengan membawa SHM tersebut. Angga sempat menyerahkan SHM itu kepada Adi Putra Amril dalam sebuah pertemuan singkat yang diatur oleh petugas piket di Unit Resum Sat Reskrim. Namun, Adi menolak menerima sertifikat itu.
“Selama dari tahun 2018 sampai sekarang, di mana pertanggungjawaban moral dari Anda, Angga?” tegas Adi dalam wawancaranya, menyiratkan luka mendalam dari sebuah pengabaian yang terlalu lama.
Menurut Supriono dan tim hukumnya, alasan utama pelaporan ini adalah karena sikap tidak jelas dari pihak BRI Unit Wonosobo dan Angga Bagus Novianto yang dinilai saling melempar tanggung jawab. Bahkan, ucapan Angga di hadapan internal BRI dinilai berbeda dengan pernyataannya kepada Supriono.
“Insa Allah, minggu depan pihak Polres akan mulai memanggil semua pihak terkait: BRI KC Pringsewu, BRI Unit Wonosobo, Angga Bagus Novianto, dan para saksi,” ujar Adi.
Di tengah pusaran hukum dan birokrasi ini, Supriono hanya menginginkan satu hal: keadilan.
“Saya berharap pihak kepolisian, dalam hal ini Polres Tanggamus, dapat bekerja secara profesional dan netral dalam menangani kasus ini,” tutupnya, dengan suara yang mencerminkan kelelahan sekaligus keteguhan hati.
Kisah Supriono bukan hanya tentang sebuah sertifikat yang hilang, tapi juga tentang seorang warga kecil yang menuntut tanggung jawab, transparansi, dan haknya yang selama ini ia perjuangkan dalam diam. Kini, suaranya menggema di balik tembok Polres Tanggamus.***