JAKARTA — Setelah sekian lama “dipanaskan” di dapur birokrasi, akhirnya hidangan hukum untuk program andalan Presiden Prabowo Subianto, Makan Bergizi Gratis (MBG), resmi matang.
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana memastikan, Peraturan Presiden (Perpres) terkait program tersebut sudah rampung dan siap disajikan kepada publik tinggal menunggu proses distribusi.
“Sudah, tinggal beres, tinggal dibagikan,” ujar Dadan santai usai Sidang Kabinet di Kompleks Istana Kepresidenan, sebagaimana dikutip Wawai News, Selasa (21/10/2025).
Kalimat yang sederhana, tapi sarat makna: setelah berbulan-bulan publik menunggu aroma kebijakan ini keluar dari “kompor negara”, kini akhirnya menu utama siap disantap tentu dengan catatan, jangan sampai gosong di tangan pelaksana.
Perpres MBG bukan sekadar dokumen administratif. Di dalamnya, termuat resep lengkap pelaksanaan program, lengkap dengan daftar “bumbu sanksi” bagi siapa pun yang kedapatan memasak tidak sesuai standar.
“Ada, pasti. Sekarang juga tanpa Perpres sudah ada sanksi,” tegas Dadan.
Menurutnya, bentuk sanksi paling keras adalah penghentian operasional dapur umum. Hingga saat ini, 106 dapur telah diberhentikan, dan 12 di antaranya sudah dirilis kembali setelah evaluasi.
Artinya, program makan bergizi gratis memang serius soal gizi tapi lebih serius lagi soal disiplin. Negara tampaknya tak ingin menu gizi rakyat berubah jadi proyek rasa hambar penuh markup dan kelalaian.
Penandatanganan Perpres MBG sempat molor dan memicu tanya publik. Beberapa pihak menuding pemerintah “kelewat lama mencicipi supnya sendiri”. Namun, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi punya alasan: penundaan dilakukan untuk memastikan rasa kebijakan ini benar-benar pas tak terlalu asin, tak terlalu hambar.
“Supaya semua bisa memberikan masukan, sehingga kalau nanti perpres ditandatangani, kekurangan-kekurangan bisa kita atasi. Jadi bukan programnya yang dihentikan, tapi cara masaknya yang diperbaiki,” ujar Prasetyo dengan analogi yang tampaknya pas untuk program seputar makanan.
Ia menegaskan bahwa masalah di lapangan bukan pada resepnya, tapi pada kokinya para pelaksana yang kadang abai terhadap prosedur.
“Data menunjukkan, di tempat-tempat yang bermasalah hampir semuanya karena tidak menjalankan prosedur sebagaimana mestinya,” tambahnya.
Program Makan Bergizi Gratis menjadi salah satu program paling ambisius era Prabowo, dengan target jutaan anak sekolah dan keluarga miskin menjadi penerima manfaat. Namun seperti program besar lainnya, masalah klasik tetap mengintai: birokrasi lamban, data tidak sinkron, dan potensi penyimpangan di daerah.
Karena itu, Perpres ini menjadi instrumen penting untuk memastikan niat baik tidak berakhir jadi berita buruk. Dadan memastikan bahwa setiap rupiah dan setiap butir telur dalam program ini akan diawasi ketat.
“Kami pastikan semua dapur dan penyelenggara bekerja sesuai SOP. Tidak boleh asal kenyang, harus bergizi dan transparan,” katanya.***